Follow Me

Instagram

PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR SECARA TERADU DAN PERMASALAHANNYA

I.          PENDAHULUAN

Pengelolaan sumber daya air terpadu atau yang dikenal dengan istilah Integrated Water Resources Management (IWRM) merupakan suatu proses koordinasi dalam pengembangan dan pengelolaan sumber daya air dan lahan serta sumber daya lainnya dalam suatu wilayah sungai, untuk mendapatkan manfaat ekonomi dan kesejahteraan sosial yang seimbang tanpa meninggalkan keberlanjutan ekosistem.
Kekeringan dan banjir adalah peristiwa alam yang merupakan bagian dari siklus kehidupanekosistem bumi. Hampir setiap tahun peristiwa kekeringan dan banjir datang silih berganti diberbagai tempat tidak hanya di negeri kita saja tetapi juga di berbagai negara lainnya.Kekeringan dan banjir dapat dikatakan sebagai “saudara kembar” yang pemunculannya datangsusul menyusul dan faktor penyebab kekeringan hampir sama dengan penyebab banjir, dankeduanya berperilaku linier dependent. Semakin parah banjir yang terjadi, maka semakindasyat pula kekeringan yang akan menyusul.Besar kecilnya curah hujan di suatu tempat merupakan fenomena alam yang terkaitdengan siklus hidrologi di bumi dan siklus ini menurut para ilmuwan bahwa perubahan siklushidrologi tahunan yang makin membingungkan perencanaan alokasi air serta jadwal musimtanam bukan hanya disebabkan karena faktor-faktor alami saja, tetapi juga sangat terkaitdengan perilaku manusia yang dapat mempengaruhi pemanasan atmosfer, antara lainmisalnya karena peningkatan emisi gas CO2 di udara.Berdasarkan kenyataan tersebut diatas, yang terpenting bagi kita adalah memahamifenomena tersebut serta menyikapi kenyataan itu agar air selalu dapat mencukupi dinamikaberbagai keperluan di saat curah hujan mulai menipis, dan sebaliknya air tidak menimbulkanpersoalan di saat curah hujan sedang meningkat.

II.       FAKTOR-FAKTOR YANG BERKAITAN DENGAN PERMASALAHAN SUMBER DAYA AIR

Beberapa faktor yang berkaitan dengan permasalahan sumber daya air, antara lain adalah:

1.      Kondisi Sumber Daya Air.

Posisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di sekitar gariskatulistiwa mendapatkan sebaran curah hujan yang variatif dari yang paling basah sampaidengan yang kering. Variasi curah hujan tahunan di berbagai wilayah kepulauan di Indonesiatergolong ekstrim ada pulau-pulau yang curah hujannya kurang dari 800 mm/tahun, dan adapula pulau yang curah hujannya sampai dengan 4000 mm/tahun. Curah hujan sebesar initerkonsentrasi selama kurang lebih 5 (lima) bulan dari bulan November s/d Maret sehinggabanjir sering terjadi pada bulan-bulan tersebut. Sedangkan pada 7 (tujuh) bulan yang lainnyacurah hujan sangat kecil dan jarang sehingga mengakibatkan ketersediaan air terbatas dan dilain pihak kebutuhan air tidak berkurang sehingga bencana kekeringan sering terjadi selamamusim kemarau.Rerata ketersediaan air diatas daratan Indonesia saat ini lebih dari 15.000 m3/kapita/tahun.Angka tersebut memang terasa sangat besar, yaitu hampir 25 kali lipat dari rata-rataketersediaan air per kapita dunia yang besarnya 600 m3/kapita/tahun. Meskipun ketersediaanair di negeri kita dalam skala global sangat berlimpah, tetapi keberlimpahan tersebut tidakterbagi merata di setiap wilayah. Keberadaan air di daratan Indonesia sepanjang tahunsangat dipengaruhi musim, letak geografis dan kondisi geologis.

2.      Pertambahan jumlah penduduk.

Pertambahan jumlah penduduk yang sebarannya tidak merata menjadi salah satu faktorpenyebab ketimpangan neraca air di berbagai pulau.Kesemuanya membutuhkan air tidak hanya untuk keperluan minum saja, tetapikebutuhan air yang lebih banyak justru untuk air untuk memproduksi bahan pangan.Pulau Jawa yang luasnya hanya 7% daratan Indonesia, hanya tersedia sekitar 4,5% daripotensi air tawar nasional. Dilematisnya pulau ini harus menopang sekitar 65% jumlahpenduduk Indonesia. Pulau Jawa tergolong sebagai wilayah yang mengalami tekananpenyediaan air yang perlu diwaspadai. Indeks Penggunaan Air (IPA) yaitu rasio antarakebutuhan air dibanding ketersediaan alami di beberapa wilayah sungai di Jawa sudahdemikian tinggi. Dengan semakin tingginya IPA, maka potensi konflikpenggunaan air antara wilayah hulu dan hilir, antar sektor maupun antar individu akan semakinmeningkat.

3.      Ketersediaan dan kinerja prasarana dan sarana.


Pelayanan prasarana dan sarana penyediaan air minum dan sanitasi di perdesaan masihsangat minim, jumlah rumah tangga di perdesaan tanpa akses ke sumber air minum 30,88%pada tahun 2003 dan tanpa akses ke sanitasi sebanyak 36,04%. Sistem air bersih yangterbangun baru dapat melayani 45 juta atau 40 % penduduk perkotaan dan 7 juta atau 8 %penduduk di perdesaan. Sebagian besar PDAM (sekitar 90 %) menyandang kategori tidaksehat baik secara teknis maupun manajerial menyebabkan tidak mampu memberikanpelayanan air minum dengan baik dan mengalami kesulitan membayar cicilan pinjaman.Masyarakat miskin dikawasan rawan air masih harus berjuang untuk mendapatkan airbersih dengan harga lebih mahal dibanding kelompok yang lebih mampu di perkotaan. Jaringan hidrologi yang seharusnya menjadi sarana penyedia informasi penting tentangketersediaan dan kondisi air baik untuk keperluan perencanaan maupun sebagai sumberinformasi yang penting bagi penyelenggaraan urusan pengeloaan SDA juga belummemperoleh perhatian yang cukup memadai baik dari segi kerapatan jumlah stasiun pemantauhidrologi dan jenis jaringannya, organisasi dan personilnya, maupun kesinambungan sumberpendanaannya.

4.      Kelembagaan pemerintah yang menangani pengelolaan SDA.


Institusi pemerintah baik di Pusat maupun di daerah yang sehari-hari memiliki kaitanwewenang dan tanggung jawab dalam pelaksanaan pengelolaan SDA, masih lebih dominanberperan pada tugas-tugas pembangunan dan rehabilitasi prasarana SDA. Sedangkan untukhal-hal yang menyangkut urusan pengaturan dan pelayanan air, serta urusan monitoring danevaluasi kondisi SDA masih belum cukup memadai baik dari segi kapasitas kelembagaannyamaupun kualitas personilnya. Di beberapa provinsi memang sudah terbentuklembaga yang mempunyai tugas pokok sebagai operator SDA yang berbasis wilayah sungai.Lembaga ini merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Provinsi yang merupakankepanjangan tangan dinas provinsi yang membidangi pengelolaan SDA. Meskipun demikianlembaga ini masih sangat membutuhkan penguatan kapasitas baik dari segi teknis maupunmanajerial.

5.      Perilaku masyarakat pengguna sumber daya air.


Baik buruknya kondisi air juga sangat dipengaruhi oleh perilaku masyarakat penggunaairserta masyarakat pengguna lahan pada daerah aliran sungai. Hingga saat ini penggunaan airyang terbesar di Indonesia adalah untuk irigasi yaitu sekitar 80% dari total konsumsi air. Daripengguna air irigasi inilah diharapkan dapat dilakukan upaya penghematan penggunaan air,sehingga dari hasil efisiensi tersebut air dapat didayagunakan untuk kebutuhan yang lainmisalnya untuk kebutuhan rumah tangga dan industri. Upaya penghematan penggunaan airuntuk irigasi hingga saat ini masih mengalami berbagai kendala terutama akibat lekatnyabudaya penggunaan air yang berlebihan dan belum terhimpunnya petani di dalam kelompok-kelompokpengguna air sehingga memudahkan manajemennya. Berbagai upaya efisiensipenggunaan air telah dilakukan melalui pengenalan bercocok tanam hemat air yang konon adayang mampu menekan tingkat konsumsi air untuk irigasi sawah sampai dengan 50%.Meningkatnya pendapatandan perubahan gaya hidup masyarakat perkotaan berdampak pada peningkatan konsumsi airdan pencemaran air akibat limbah yang terbuang ke sumber-sumber air.

6.      Kondisi dan penggunaan ruang di daerah aliran sungai.


Kondisi dan penggunaan ruang di daerah aliran sungai mempunyai andil besar terhadapkelangsungan aliran air sepanjang waktu serta kualitasnya. Tingkat kekritisan DAS sangatberpengaruh terhadap distribusi aliran permukaan bulanan.
Perambahan lahan pada dataran banjir, kawasan resapan air, dan daerah sempadansungai menyebabkan perubahan morfologi sungai, dan penurunan kapasitas tampung sungai,telaga, dan waduk sehingga meningkatkan frekuensi, sebaran dan resiko atau tingkatkerawanan banjir.

7.      Ketersediaan per-UU-an dan pedoman.


Produk peraturan perundang-undangan, standar dan pedoman yang merupakan turunandari UU No.7 Tahun 2004 tentang SDA yang diharapkan menjadi landasan hukum, rambu dansekaligus menjadi panduan operasional dalam pelaksanaan pengelolaan SDA masihmerupakan pekerjaan rumah yang perlu segera dikejar penyelesaiannya. Banyak program,kegiatan dan langkah-langkah operasional yang terpaksa mengalami stagnasi karenaterkendala oleh keterbatasan produk peraturan, standar atau pedoman. Mekanisme koordinasidalam pengelolaan SDA di tingkat wilayah sungai misalnya, terpaksa masih harus menungguterbitnya Peraturan Presiden tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Wadah Koordinasi(SOTK) Pengelolaan SDA serta Peraturan Menteri PU tentang Pedoman Pembentukan WadahKoordinasi Pengelolaan SDA di Provinsi, Kabupaten/Kota serta di Wilayah Sungai.


III.    KEBIJAKAN DAN STRATEGI

Kompleksitas permasalahan SDA membutuhkan upaya pemecahan dan antisipasi yang tidakmungkin hanya dapat dilakukan oleh pemerintah saja tetapi harus mendapat respons semua pihakbaik sebagai individu maupun kelompok atau badan hukum termasuk unsur legislatif. Areapermasalahan dan pemecahannya harus dilihat secara menyeluruh dan melibatkan peransebanyak-banyaknya pihak yang terkait.

Kebijakan dan strategi pengelolaan sumber daya alam(natural resources) hanya dapat terlaksana secara efektif dan mencapai hasil yang optimalapabila dalam perencanaannya senantiasa berpatokan pada tiga pertimbangan yaitu: (i) sifat danciri khas kodrati SDA itu sendiri, (ii) disiplin teknologi di bidang SDA, dan (iii) society khususnyayang berkaitan dengan acceptance (bisa diterima atau tidaknya oleh masyarakat).

Keberadaan sumber daya air mengikuti siklus yang tidak pernah berhenti. Siklus tersebutkemudian dinamai siklus hidrologi. Berdasarkan fakta tersebut, maka teknologi pengelolaannyapun tidak terlepas dari sifat kodrati SDA. Karena itu lingkup wilayah pengelolaan SDA harusberdasarkan wilayah hidrografis yang kemudian dikenal dengan sebutan Daerah Aliran Sungai(DAS). Keberadaan sebuah DAS ada yang sepenuhnya berada dalam satu wilayahkabupaten/kota, bisa juga lintas kab/kota ataupun lintas provinsi dan lintas negara.Pandangan tentang wilayah pengelolaan SDA berdasarkan satu DAS ternyata tidak bisabegitu saja diterima oleh lingkungan sosial, karena potensi SDA dalam sebuah DAS belum tentubisa mencukupi kebutuhan masyarakat yang tinggal di dalam DAS yang bersangkutan.

Penggabungan beberapa DAS menjadi satu wilayahpengelolaan harus dapat dijawab melalui teknologi SDA. Berdasarkan pertimbangan tersebut sertapertimbangan rasionalitas, efisiensi, dan efektivitas pengelolaan itulah UU No.7 Tahun 2004kemudian memperkenalkan istilah Wilayah Sungai sebagai basis wilayah pengelolaan SDA,dengan definisi sbb: “Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan SDA dalam satu ataulebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil”.Konsepsi pengelolaan terpadu SDA yang berbasis DAS ataupun wilayah sungai dikenal olehmasyarakat internasional dengan istilah Integrated Water Resources Management (IWRM) ataudalam bahasa Indonesia dikenal dengan sebutan Pengelolaan Terpadu SDA dan terkadangdisebut juga Pengelolaan SDA Terpadu bahkan ada pula yang menyebut Pengelolaan SDAMenyeluruh dan Terpadu.Sebuah organisasi yang bernama Global Water Partnership, 2000 telah merumuskan definisidan interpretasi IWRM, yaitu “suatu proses yang mengintegrasikan pengelolaan air, lahan,dan sumber daya terkait lainnya secara terkoordinasi dalam rangka memaksimalkan resultanekonomi dan kesejahteraan sosial secara adil tanpa mengorbankan keberlanjutan ekosistem yangvital. Prinsip pengelolaan terpadu ini dikembangkan sebagai respons terhadap pola pengelolaanSDA yang selama ini dilakukan secara terfragmentasi. Rumusan IWRM tersebut kemudiandikerucutkan lagi dalam pertemuan Global Water Partnership-South East Asia, 2004 menjadi sbb:“Co-ordinated management of resources in natural environmental (water, land, flora, fauna)based on RIVER BASIN as geographical unit, with objective of balancing man’s needs withnecessity of conserving resources to ensure their sustainability”. IWRM is not dogmaticframeworks, but a flexible, common-sense approach to water management and development”.

Dari kedua interpretasi tentang IWRM tersebut, penulis berpendapat bahwa konsepsi IWRMperlu dimulai dengan PROSES MEMBANGUN PERSEPSI tentang asal muasal air dan kemanaperginya air, PROSES MEMBANGUN KOMITMEN untuk mendayagunakan air disertai kesadarantentang pentingnya konservasi serta MENYIKAPI SECARA KOLEKTIF tentang bagaimana caramengelolanya agar dapat didayagunakan dengan hasil yang optimal dan berkelanjutan”.Upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kinerja pengelolaan SDA adalahmenanamkan pemahaman terhadap konsepsi IWRM kepada semua pihak yang terkait untukdimengerti. Keterpaduan pengelolaan SDA mencakup dua komponen besar yaitu sistem alami dannon alami.

Keterpaduan pada komponen pengelolaan sistem alami, mencakup:

1) Kawasan hulu dengan kawasan hilir.

2) Kuantitas air dengan kualitas air.

3) Air hujan dengan air permukaan, dan air bawah tanah.

4) Penggunaan lahan (land use) dengan pendayagunaan air (water use).


Sedangkan keterpaduan pada komponen pengelolaan sistem non alami, sekurang-kurangnyamencakup:

1) Keterpaduan antar sektor yang terkait dalam perumusan kebijakan, dan program ditingkat pusat dan daerah.

Keterpaduan dalam aspek ini diperlukan untuk menyelaraskankebijakan pembangunan ekonomi dengan kebijakan pembangunan sosial sertalingkungan hidup.

2) Keterpaduan antar semua pihak yang terkait (stakeholder) dalam perencanaan danpengambilan keputusan.

Keterpaduan dalam aspek ini merupakan elemen penting dalammenjaga keseimbangan dan keberlanjutan pendayagunaan air. Saat ini masing-masingpihak yang terkait masih menempatkan prioritas kepentingan yang berbeda-beda, bahkanseringkali bertentangan satu sama lain. Dalam kaitan ini perlu dikembangkan instrumenoperasional untuk menggalang sinergi dan penyelesaian konflik.

3) Keterpaduan antar wilayah administrasi baik secara horisontal maupun vertikal.

Dalamaspek ini tidak saja perlu ada kejelasan tentang pembagian wewenang dan tanggungjawab pengelolaan, tetapi perlu juga dikembangkan pola kerjasama antar daerah atasdasar saling menggantungkan dan saling menguntungkan.Pengelolaan terpadu merupakan proses menerus yang tak boleh terhenti. Setiap prosesharus memiliki target capaian berdasarkan tahapan yang jelas. Setiap tahapan proses yangdirancang harus dapat dinilai akuntabilitasnya.

Keberhasilannya perlu terukur melalui tiga kriteriautama, yaitu:

1) Efisiensi ekonomi.

Didepan mata, permintaan jasa pelayanan air kian meningkat,sementara itu di berbagai tempat terjadi kelangkaan atau keterbatasan air yang bersihdan sumber daya finansial. Dalam situasi seperti itu, efisiensi ekonomi dalampendayagunaan SDA harus menjadi perhatian.

2) Keadilan.

Air adalah salah satu kebutuhan dasar yang mutlak diperlukan oleh setiaporang, karena itu akses untuk memperoleh air yang bersih perlu diupayakan bagi setiaporang untuk memenuhi kebutuhan pokok hidup yang sehat dan produktif.

3) Keberlanjutan fungsi lingkungan hidup.

Pendayagunaan SDA tidak hanya mengejarkepentingan ekonomi jangka pendek, tetapi harus memperhatikan kepentingan generasiyang akan datang, karena itu setiap upaya pendayagunaannya harus diimbangi denganupaya konservasi yang memadai.

IV.    KEGIATAN YANG TELAH DAN AKAN DILAKSANAKAN


a)      Mempertegas batas tanggung jawab pengelolaan SDA antara Pusat dan Daerah.

UU No.7 Tahun 2004 telah mengamanatkan bahwa wewenang dan tanggung jawabpemerintah dalam pengelolaan SDA didasarkan pada letak wilayah sungai (WS).

b)      Membangun sistem koordinasi pengelolaan SDA.

Pengelolaan SDA mencakup kepentingan lintas sektoral dan lintas wilayah yangmemerlukan keterpaduan tindak untuk menjaga kelangsungan fungsi dan manfaat SDA.

c)      Menyiapkan acuan bagi pelaksanaan program dan kegiatan pengelolaan.

Pengelolaan SDA membutuhkan keterlibatan semua pihak baik pemerintah maupunmasyarakat. Agar masing-masing pihak dapat berperan secara kolaboratif sesuai dengantugas dan fungsinya sehingga dapat terbangun sinergi untuk mencapai hasil yang optimal,diperlukan SATU dokumen yang diharapkan menjadi pemandu atau pengarah dalampenyusunan program dan kegiatan antar sektor dan antar wilayah administrasi.

d)     Membangun jejaring sistem informasi SDA

Informasi merupakan hal yang mutlak diperlukan dalam penyelenggaraan pengelolaan
SDA.

e)      Memperkuat kelembagaan pengelolaan SDA

Kelembagaan pengelolaan SDA baik di Pusat dan di daerah termasuk di tingkat WSperlu ditata dan diperkuat menuju terciptanya pemisahan fungsi pengaturan, pelaksanaan,pengoperasian dan pemeliharaan, pemanfaatan, dan koordinasi dengan tetap menjagasinergi antarfungsi dengan tetap mengedepankan prinsip desentralisasi dan otonomi daerah.

f)       Membangun sistem pembiayaan untuk kelangsungan pengelolaan SDA

Kelangsungan pengelolaan SDA membutuhkan dukungan pendanaan yang konsistendan menerus. UU No.7 Tahun 2004 mengamanatkan bahwa sumber pembiayaanpengelolaan SDA dapat berasal dari: (i) anggaran pemerintah; (ii) anggaran swasta; dan
(iii) hasil penerimaan Biaya Jasa Pengelolaan SDA.

g)      Penyusunan program dan pelaksanaan kegiatan pengelolaan SDA

Penyusunan program dan pelaksanaan kegiatan pengelolaan SDA perlu dilakukan olehsetiap sektor atau daerah. Penyusunan program dan pelaksanaan kegiatan ini harusmengacu kepada Rencana (Induk) Pengelolaan SDA. Apabila Rencana Pengelolaan SDAtersebut belum tersedia, maka program dan rencana kegiatan pengelolaan SDA padasuatu wilayah sungai untuk sementara waktu dapat disusun oleh masing-masing instansidengan cara melibatkan instansi yang terkait dan berpegang pada arahan umum sebagaiberikut:

Program Konservasi SDA,

Diarahkan untuk meningkatkan, memulihkan dan mempertahankan daya dukung, daya tampung, danfungsi SDA untuk menjamin ketersediaan air, memulihkan dan mempertahankan kualitas air serta menerapkan prinsip pencemar membayar sebagai instrumen untuk mendorongpengendalian pencemaran air dan meningkatkan pengelolaan kualitas air.

Program Pendayagunaan SDA,

Diarahkan untuk menyediakan air yang memenuhi persyaratan kualitas dan kuantitas sesuai denganruang dan waktu secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan pokok kehidupan sehari-hari sebagai prioritas, meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyediaan serta penggunaan air irigasi denganlebih mengutamakan kegiatan operasi dan pemeliharaan, optimalisasi, rehabilitasi, danpeningkatan kinerja sistem irigasi yang ada daripada pembangunan baru.

Program Pengendalian Daya Rusak Air,

Diarahkan untuk meningkatkan kesiapan dan ketahanan pemilik kepentingan menghadapi akibat dayarusak air, melindungi kawasan budidaya dari bencana banjir dengan prioritas daerahpermukiman, daerah produksi, dan prasarana umum, menghambat peningkatan besaran debit banjir dengan menerapkan prinsip “zero deltaq policy” ( “zero delta q policy” adalah suatu kebijakan untukmempertahankan besaran debit banjir supaya tidak bertambah dari waktu ke waktu), memulihkan fungsi lingkungan hidup serta prasarana dan sarana umum yang terkena bencana akibat daya rusak air, perencanaaan tata ruang perlu memperhatikan kemungkinan terjadinya banjir.

Program Pemberdayaan dan Peningkatan Peran Masyarakat, Swasta, danPemerintah, 

Diarahkan untuk meningkatkan prakarsa dan peran masyarakat secara terencana dan sistematis dalam pengelolaan SDA, meningkatkan peran dan tanggung jawab swasta untuk berpartisipasi dalampengelolaan SDA, meningkatkan kinerja lembaga pemerintah dalam pengelolaan SDA melalui penyesuaian dan penyempurnaan kelembagaan, peningkatan kualitas sumber dayamanusia sesuai standar kompetensi, dan peningkatan sistem koordinasi antarlembaga pemerintah, mengoptimalkan peran wadah koordinasi dan konsultasi para pemilik kepentingandalam rangka pengelolaan SDA yang berdasarkan asas transparansi, keadilan,pelestarian, keterpaduan, dan akuntabilitas.

Program Keterbukaan dan Ketersediaan Data/Informasi SDA,

Aagar diarahkan untuk menyediakan data dan informasi SDA yang akurat, tepat waktu, berkelanjutan, dan mudah diakses oleh pengguna, mewujudkan kemudahan mengakses dan mendapatkan data dan informasi SDA bagimasyarakat untuk mendukung transparansi pengelolaan SDA.

V.       KESIMPULAN

1.      Air sebagai sumber kehidupan, ketersediaannya dibatasi ruang dan waktu dankualitasnya pun sangat rentan.

2.      Pengelolaan SDA harus dilakukan secara menyeluruh dan terpadu, sedangkanpelaksanaannya perlu didukung oleh sistem kelembagaan yang kuat dan bertanggungjawab.

3. Pembentukan wadah koordinasi pengelolaan SDA merupakan hal yang esensial untukmengakomodasi aspirasi dan kepentingan berbagai pihak yang terkait dengan SDA.

4.     Semua pihak yang terkait perlu mengambil peran secara konsisten dalam keseluruhanproses pengelolaan SDA.

5.      Pengelolaan SDA yang optimal, efektif, dan berkelanjutan memerlukan dukunganprogram sosialisasi dan kampanye yg konsisten dan menerus.

6.      Pengelolaan SDA membutuhkan dukungan dana yang berkelanjutan, karenanyapenerima manfaat jasa pengelolaan selayaknya ikut berkontribusi.


DAFTAR PUSTAKA

1)      Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Laporan Utama PengembanganKebijakan Infrastruktur Perdesaan, University Network for Rural InfrastructrureDevelopment, Australian Government AusAID, 2006.

2)      Imam Anshori, Kebijakan Pengelolaan SDA di Indonesia, ISBN-979-98014-4-3,Panitia Nasional Program Hidrologi IHP-UNESCO, LIPI 2004.

3)      Justika S.Baharsyah, Strategi Nasional Jangka Panjang Pengelolaan SDAMenghadapi Prospek Berlanjutnya Perubahan Iklim Global, , IPB 2002.

4)      Sutardi, Moch Ali, Sutopo P, Jossi Suzanna, Pengelolaan SDA Terpadu Ditinjau DariAspek Keberlanjutan Fungsi LH, Lokakarya Nasional, Jakarta 4 Juli 2006.

5)      Pemerintah RI, UU No.7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air.


No comments:

Post a Comment