Follow Me

Instagram

METODE DAN CARA DALAM MENGHITUNG HUJAN RATA-RATA ATAU HUJAN DAS

IDT._Dalam Ilmu Hidrologi ada sebuah data tentang hujan yang sangat berperan penting dalam pengambilan data hujan. Istilah itu adalah hujan rata-rata atau hujan DAS (Daerah Tangkapan Air atau Daerah Aliran Sungai). Perlu saya jelaskan sedikit tentang DAS untuk mempermudah pemahaman kita. DAS adalah daerah dimana air hujan jatuh kemudian mengalir menuju saluran atau sungai pada suatu stasiun yang ditinjau. Misalnya suatu lembah yang memiliki sebuah sungai, setiap air yang mengalir dari semua daerah tersebut saat hujan, baik itu dari atas bukit / gunung, lereng atau dataran yang menerima hujan itulah yang disebut dengan DAS. Kembali ke topik yang saya ungkapkan tadi tentang hujan rata-rata. Mengapa saya katakan penting? Itu karena dengan hujan rata-rata kita dapat mengetahui hujan yang terjadi di suatu Daerah tangkapan hujan.
Hujan rata-rata tentunya dinyatakan dalam angka-angka sesuai dengan data rata-rata suatu daerah tangkapan air hujan. Untuk menentukan besarnya hujan rata-rata DAS sering digunakan 3 cara atau metode yaitu seperti uraian berikut.

 METODE ARITMATIK (RATA-RATA ALJABAR)




Dengan menggunakan metode Aritmatik, curah hujan rata-rata DAS  dapat ditentukan dengan menjumlahkan curah hujan dari semua tempat pengukuran untuk suatu periode tertentu dan membaginya dengan banyaknya stasiun pengukuran. Metode ini dapat dipakai pada daerah datar dengan jumlah stasiun hujan relatif banyak, dengan anggapan bahwa di DAS tersebut sifat hujannya adalah merata (uniform) Secara sitematis dapat ditulis sebagai berikut:

dengan:
p                    = curah hujan rata-rata,
p1,p2,...,pn      = curah hujan pada setiap stasiun,
n                    = banyaknya stasiun curah hujan.
Metode ini sangat sederhana dan mudah diterapkan, akan tetapi kurang memberikan hasil yang teliti memngningat tinggi curah hujan yang sesungguhnya tidak mungkin benar-benar merata pada seluruh DAS. Utamanya di wilayah tropis termasuk Indonesia, sifat distribusi hujan mmenurut ruang  sangat bervariasi, sehingga untuk suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) yang relatif besar, metode Aritmatik tidak cocok untuk digunakan.

METODE POLIGON THIESSEN

Dalam metode poligon thiessen, curah hujan rata-rata didapatkan dengan membbuat poligon yang memotong tegak lurus pada tengah-tengah garis penghubung dua stasiun hujan. Dengan demikian setiap stasiun penakar hujan akan terletak pada  suatu wilayah poligin tertutup luas tertentu. Cara ini dipandang lebih baik dari cara rerata aljabar (Arimatik), Yaitu dengan memmasukan faktor luas areal yang diwakili oleh setiap stasiun hujan.
Jumlah perkalian antara tiap-tiap luas poigon dengan besar curah hujan di stasiun dalam poligon tersebut dibagi dengan  luas daerah seluruh DAS akan menghasilkan nnilai curah hujan rata-rata DAS. Prosedur hitungan dari metode ini dilukiskan pada persamaan-persamaan berikut:

dengan:
p                    = curah hujan rata-rata,
p1,p2,...,pn      = curah hujan pada setiap stasiun,
A1,A2,...,An = luas yang dibatasi tiap poligon atau luas daerah yan mewakili stasiun 1,2,...,n.
Nilai perbandingan antara luas poligon yang mewakili setiap stasiun terhadap luas total Daerah Aliran Sungai (DAS) tersebut disebut sebagai faktor bobot Thiessen untuk stasiun tersebut. Dengan demikian cara ini dipandang lebbi baik dari cara rerata aljabar karena telah memperhitungkan pengaruh letak penyebaran stasiun penakar  hujan. Metode ini cocok untuk menentukan hujan rata-rata dimana lokasi hujan tidak banyak dan tidak merata.

METODE ISOHYET

Metode ini menggunakan pembagian DAS dengan garis-garis yang menghubungkan tempat-tempat dengan curah hujan yang sama besar (isohyet). Curah hujan rata-rata di daerah aliran sungai didapatkan dengan menjumlahkan perkalian antara curah hujan rata-rata di antara garis-garis isohyet dengan luas daerah yang dibatasi oleh garis batas DAS dan dua garis isohyet, kemudian dibagi dengan luas seluruh DAS.
Cara ini mempunyai kelemahan yaitu apabila dikerjakan secara manual, dimana setiap kali harus menggambarkan  garis isohyet yang tentunya hasilnya sangat tergantung pada masing-masin pembuat garis. Unsur subyektivitas ini dapat dihindarkan dengan penggunaan perangkat lunak komputer yang dapat menghasilkan gambar garis isohyet berdasarkan sistem intrpolasi grid, sehingga hasilnya akan sama untuk setiap input data di masing-masing stasiun hujan.
Ilustrasi hitungan hujan rerata DAD dengan menggunakan metode isohyet dapat kita lihat pada Contoh Soal dan Penyelesaian. Persamaan dalam hitungan hujan rata-rata dengan metode isohyet dapat kita rumuskan seperti berikut:

dengan:
p                    = curah hujan rata-rata,
p1,p2,...,pn      = besaran curah hujan yang sama pada setiap garis isohyet,
At                  = luas total DAS (A1+A2+...+An)
Dalam praktek pemakaian hitungan hujan DAS tersebut, banyak digunakan cara kedua atau metodePoligon thiessen karena dipandan lebih praktis dengan hasil yang cukup baik.
Demikian sedikitnya pembahasan dari saya mengenai Cara menghitung hujan Rata-rata Daerah Aliran Sungai. Semoga bermanfaat. Thanks.
 Follow My Instagram
Instagram

GERUSAN ATAU SCOURING PADA JEMBATAN

IlmuDasarDanTeknik.Com*_Kali ini saya akan membagikan sedikit info teknik sipil mengenai Gerusan atau scouring pada Jembatan. Langsung saja ulasannya sebagai berikut.

Definisi atau Pengertian umum Gerusan (scouring)

Pada Jembatan, gerusan sering terjadi pada pilar jembatan. Secara umum Adanya gerusan dapat menjadi masalah yang bisa membahayakan kestabilan struktur jembatan atau pun bangunan air lainnya. Jika didefinisikan secara umum, Gerusan (scouring) merupakan suatu proses alamiah yang terjadi di sungai sebagai akibat pengaruh morfologi sungai (dapat berupa tikungan atau bagian penyempitan aliran sungai) atau adanya bangunan air ( hydraulic structur) seperti: jembatan, bendung, pintu air, dan lain-lain. Morfologi sungai merupakan salah satu faktor yang  menentukan dalam proses terjadinya gerusan, hal ini disebabkan aliran saluran terbuka mempunyai permukaan bebas (free surface). Kondisi aliran saluran terbuka berdasarkan pada kedudukan permukaan bebasnya cenderung berubah sesuai waktu dan ruang, disamping itu ada hubungan ketergantungan antara kedalaman aliran, debit air, kemiringan dasar saluran dan permukaan saluran bebas itu sendiri.
Laursen (1952) dalam Hanwar (1999:4) mendefinisikan gerusan sebagai pembesaran dari suatu aliran yang disertai pemindahan material melalui aksi gerakan fluida. Gerusan lokal (local scouring) terjadi pada suatu kecepatan aliran di mana sedimen yang dingkut lebih besar dari sedimen yang disuplai. Menurut Laursen (1952) dalam Sucipto (2004:34), sifat alami gerusan mempunyai fenomena sebagai berikut :
  1. Besar gerusan akan sama selisihnya antara jumlah material yang diangkut keluar daerah gerusan dengan jumlah material yang diangkut masuk ke dalam daerah gerusan.
  2. Besar gerusan akan berkurang apabila penampang basah di daerah gerusan bertambah (misal karena erosi). Untuk kondisi aliran bergerak akan terjadi suatu keadaan gerusan yang disebut gerusan batas, besarnya akan asimtotik terhadap waktu.

Pengertian Scouring Pada Jembatan

Jembatan merupakan suatu struktur yang meneruskan jalan melewati suatu rintangan dibawahnya yag dapat berupa sungai,jalan,selat maupun jurang. Pada jembatan yang dibawahnya terdapat arus air dengan bentang yang relatif lebar, umumnya memerlukan struktur pilar untuk menopangnya. Pilar yang ditanam pada dasar sungai memerlukan kriteria disain sedemikian sehingga bila dasar saluran disekitar pilar jembatan tersebut tergerus, maka gerusan tersebut tidak mencapai kedalaman yang membahayakan kestabilan pilar.
Saluran yang dijumpai di alam mempunyai beberapa macam morfologi sungai yaitu, sungai lurus, sungai dengan tikungan, dan sungai yang menganyam. Sungai lurus terjadi pada daerah yang belum stabil dan untuk menyalurkan energinya sungai ini akan memperpanjang aliran dan membentuk meander memperpanjang aliran dan membentuk meander . Sungai dengan tikungan dapat terjadi pada daerah aluvial atau tanah keras. Sudut tikungan yang dibentuk bisa berbagai macam, misalnya 90° atau 180°. Tipe sungai dengan tikungan pada umumnya diakibatkan karena adanya usaha sungai untuk mencapai
Sungai yang menganyam biasanya terjadi pada daerah yang terjal dengan butiran seragam dan mempunyai alur yang berpindah - pindah. Jadi setiap musim, sungai ini dapat berubah bentuk. Terdapat berbagai macam jenis pilar yang digunakan sebagai penyalur beban jembatan. Pemilihan jenis pilar umumnya ditentukan dari analisis kekuatan analisis ekonomi, analisis lingkungan.
Pada kenyataannya banyak terdapat keruntuhan pada jembatan. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai faktor antara lain yaitu:

  1. Beban yang dipikul jembatan melebihi batas maksimum yang telah ditentukan.
  2. Bencana alam seperti gempa, erosi, banjir dan lain-lain.
  3. Perubahan morfologi sungai akibat adanya bangunan dalam usaha sungai untuk mencapai kestabilan. Salah satu fenomena yang terjadi adalah gerusan lokal (local scouring).

Tujuan Mengetahui Scouring Pada Jembatan

Dengan mengetahui fenomena scouring maka perencana dapat melakukan investigasi terhadap saluran sehingga dapat ditentukan letak , posisi ,kedalaman dan tipe pilar maupun abutemen sehingga kecacatan dan kegagalan pada jembatan yang disebabkan scouring dapat dihindarkan. Apabila bangunan sudah beridiri maka dapat dibuatkan pengaman untuk mereduksi efek scouring tersebut agar kekuatan struktur jembatan secara keseluruhan tetap mantap.

Jenis - Jenis Scouring

Gerusan adalah proses semakin dalamnya dasar sungai karena interaksi antara aliran dengan dasar sungai. Scouring dapat diklasifikasikan menjadi:

Gerusan umum (general scour)

Gerusan umum ini merupakan suatu proses alami yang terjadi pada sungai sehingga akan menimbulkan degradasi dasar. Gerusan Umum disebabkan oleh energi dari aliran air.
Gerusan akibat penyempitan di alur sungai (contraction scour)

Gerusan lokal (local scour)

Gerusan lokal ini pada umumnya diakibatkan oleh adanya bangunan air, misal, tiang atau pilar jembatan. Gerusan local disebabkan oleh sistem pusaran air (vortex system) karena adanya gangguan pola aliran akibat rintangan.
Ada dua macam gerusan lokal, yaitu :

Clear water scour

Pergerakan sedimen hanya terjadi pada sekitar pilar. Ada dua macam:
  1. Gerusan lokal tidak terjadi dan proses transportasi sedimen tidak terjadi.
  2. Gerusan lokal terjadi menerus dan proses transportasi sedimen tidak terjadi.

Live bed scour

Terjadi karena adanya perpindahan sedimen. Yaitu jika:
Gerusan terlokalisir terjadi karena adanya penyempitan penampang sungai oleh adanya penempatan bangunan hidraulika.

Gerusan Total (Total Scour)

Merupakan kombinasi antara gerusan lokal (local scour) dan gerusan umum (general scour). Bisa juga kombinasi antara gerusan lokal, gerusan umum dan gerusan terlokalisir (localized scour/ constriction scour).
Berdasarkan pengamatan tentang analisa ini, maka tipe scouring yang terjadi pada struktur bawah jembatan dapat dibedakan menjadi:

  1. Gerusan yang terjadi pada pilar yang terletak pada saluran lurus adalah gerusan local.
  2. Gerusan yang terjadi pada pilar yang terletak pada bagian tikungan saluran adalah gerusan local ditambah dengan gerusan umum akibat tikungan saluran.
  3. Gerusan yang terjadi pada abutmen jembatan adalah gerusan total, yaitu kombinasi antara gerusan local, gerusan umum dan gerusan penyempitan

Proses Terjadinya Scouring

Pada Abutemen dan Pilar

Gerusan akibat aliran air menyebabkan erosi dan degradasi di sekitar bukaan jalan air (water way openning) suatu jembatan. Degradasi ini berlangsung secara terus menerus hingga dicapai keseimbangan antara suplai dan angkutan sedimen yang saling memperbaiki.
Apabila suplai sedimen dari hulu berkurang atau jumlah angkutan sedimen lebih besar daripada suplai sedimen, maka bisa menyebabkan terjadinya kesenjangan yang begitu menyolok antara degradasi dan agradasi di lokasi dasar jalan air jembatan. Sehingga lubang gerusan (scour hole) pada abutmen maupun pilar jembatan akan lebih dalam bila tidak terdapat atau kurangnya suplai sedimen.
Demikian juga apabila tidak terdapat bangunan pengendali gerusan di sekitar abutmen ataupun pilar, maka dalamnya gerusan tidak bisa direduksi, se-hingga kedalaman gerusan bisa mencapai maksimum. Hal ini bisa menyebabkan rusaknya abutmen maupun pilar jembatan.

Pada Abutemen

Menurut Yulistianto dkk. (1998), Gerusan yang terjadi di sekitar abutmen jembatan adalah akibat sistem pusaran (vortex system) yang timbul karena aliran dirintangi oleh bangunan tersebut. Sistem pusaran yang menyebabkan lubang gerusan (scour hole), berawal dari sebelah hulu abutmen yaitu pada saat mulai timbul komponen aliran dengan arah aliran ke bawah, karena aliran yang datang dari hulu dihalangi oleh abutmen, maka aliran akan berubah arah menjadi arah vertikal menuju dasar saluran dan sebagian berbelok arah menuju depan abutmen selanjutnya diteruskan ke hilir.
Aliran arah vertikal ini akan terus menuju dasar yang selanjutnya akan membentuk pusaran. Di dekat dasar saluran komponen aliran berbalik arah vertikal ke atas, peristiwa ini diikuti dengan terbawanya material dasar sehingga terbentuk aliran spiral yang akan menyebabkan gerusan dasar. Hal ini akan terus berlanjut hingga tercapai keseimbangan.
Demikianlah Informasi teknik sipil yang dapat saya bagikan mengenai Gerusan atau scouring pada Jembatan. Semoga bermanfaat.