Follow Me

Instagram

TINJAUAN UMUM (KONDISI GEOGRAFI, TOPOGRAFI, GEOLOGI REGIONAL, KEGEMPAAN (EARTH QUAKE) DAN IKLIM) LOKASI PROYEK

            Bagian ini merupakan laporan lanjutan dari suatu Laporan Antara suatu proyek atau pekerjaan penanganan Jalan. Kalau sebelumnya kita belajar mengenai
Laporan Antara Pendahuluan, kini kita akan mempelajari Contoh Lanjutan dari Laporan Antara yakni Tinjauan Umum dimana kita akan menjelaskan mengenai Kondisi Geografi, Topografi dan iklim. selain itu ada juga Kondisi Geologi regional dan Kegempaan. Untuk lebih jelasnya silahkan lanjutkan baca di bawah ini. Selamat membaca!
  •                KONDISI GEOGRAFI, TOPOGRAFI, DAN IKLIM


            Secara geografis lokasi kegiatan terletak pada koordinat 138°05’ - 140°30’ bujur timur dan 1°35’ – 3°35’ lintang selatan, dengan arah relatif memanjang Timur - Barat. Lebih dari setengah lokasi kegiatan (±72,3%) berada pada morfologi dataran pantai dan rawa dengan ketinggian <50 150="" 50="" antara="" atas="" berada="" bergelombang="" bonggo="" dan="" dengan="" di="" distrik="" guay="" ketinggian="" laut="" m="" meter="" morfologi="" o:p="" pada="" perbukitan="" permukaan="" sarmi.="" sarmi="" sedangkan="" timur.="" timur="" unurum="" wilayah="" yaitu="">
           Keadaan iklim Kabupaten Sarmi Tahun 2011 berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Wilayah V Jayapura menunjukkan bahwa temperatur rata-rata berkisar 21,9ºC sampai dengan 32,7ºC. Kelembaban udara mencapai 85,3% dengan curah hujan rata-rata 145/14 CC/HH (Curah Hujan/Hari Hujan).

Gambar 2-1. Peta terrain lokasi kegiatan
(Sumber peta : SRTM Papua, 2011)



Gambar 2-2. Peta kontur topografi kabupaten Sarmi dan sekitarnya
(Sumber peta : DITTOP TNI-AD, 2011)

  •                 KONDISI GEOLOGI REGIONAL


                1. Geomorfologi Regional
            Lokasi kegiatan sebagian besar (± 85%) berada pada wilayah kabupaten Sarmi, sedangkan hanya ± 15% berada pada wilayah kabupaten Jayapura.
Morfologi kabupaten Sarmi dan sekitarnya tersusun oleh morfologi dataran rawa dan pantai, morfologi dataran alluvial, morfologi perbukitan, dan morfologi pegunungan.
Morfologi dataran pantai dan rawa menempati ± 15% dari luas wilayah kabupaten Sarmi  dengan relief datar hingga miring landai dan memiliki elevasi berkisar antara 0 – 15 meter diatas permukaan laut (dpl). Pantai-pantai di wilayah Sarmi merupakan pantai terbuka yang berhadapan langsung dengan samudera Pasifik dengan panjang garis pantai ± 185 km, hal ini menjadikan Sarmi sebagai kabupaten di pulau Papua yang memiliki garis pantai terpanjang. Beberapa pulau yang menyebar dari barat ke timur di kawasan perairan antara lain pulau Liki, pulau Nimumoar, pulau Ansamanuar, pulau Vangumuar, pulau Insumuar, pulau Insumanai, kepulauan Wakde, pulau Masimasi, pulau Yamna, dan kepulauan Podena. Rawa-rawa menyebar dari timur hingga barat sepanjang kawasan pantai. Kawasan morfologi pantai dan rawa banyak dimanfaatkan untuk permukiman, perkebunan, pertanian, dan perikanan.
            Morfologi dataran alluvial menempati ± 37% dari luas wilayah kabupaten Sarmi dengan relief datar hingga miring landai dan memiliki elevasi berkisar antara 0 – 120 meter dpl, kawasan ini diberi nama berdasarkan jenis material penyusun berupa endapan alluvial. Morfologi ini berkembang disepanjang daerah aliran sungai Apauwer, sungai Orey, sungai Tor, sungai Bier, dan sungai Biri, serta sungai-sungai kecil lainnya. Kawasan ini sebagian besar masih berupa hutan, hanya sebagian kecil yang dimanfaatkan untuk pemukiman oleh penduduk setempat.
Kawasan perbukitan menempati ± 30% dari luas wilayah kabupaten Sarmi dengan relief miring bergelombang hingga terjal dan memiliki elevasi antara 5 – 600 meter dpl. Kawasan ini sebagian besar berupa hutan dan hanya sebagian kecil yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk pemukiman dan perladangan, serta dimanfaatkan oleh pemerintah untuk lokasi perkantoran seperti yang ada di kawasan Kota Baru Petam.
           Sedangkan kawasan pegunungan berada di bagian selatan dan menempati ± 18% dari luas wilayah Kabupaten Sarmi dengan relief terjal hingga sangat terjal dan memiliki elevasi antara 600 - 1800 meter dpl. Kawasan ini terdiri dari pegunungan Irier, pegunungan Siduarsi, pegunungan Gauttier, dan pegunungan Foja yang semuanya merupakan kawasan konservasi atau kawasan non-budidaya.
           Pola aliran sungai di wilayah kabupaten Sarmi terdiri dari pola aliran dendritik, pola aliran subparalel, dan pola aliran trelis. Pola aliran dendritik lebih banyak berkembang dan dibentuk oleh sungai-sungai utama antara lain sungai Tor, sungai Apauwer, sungai Biri, sungai Bier, sungai dan Orey. Pola aliran subparalel terutama berkembang pada sungai-sungai kecil yang mengalir masuk ke sungai-sungai utama, seperti sungai Munuk, sungai Tanepa, dan sungai Mimiri. Sedangkan pola aliran trelis lebih berkembang pada sungai-sungai yang mengalir disebelah utara dan selatan kawasan pegunungan Gauttier dan pegunungan Foja.

               2. Stratigrafi Regional
         Stratigrafi regional daerah Sarmi dan sekitarnya menurut S. Gafoer, dkk, 1995 (Peta Geologi Lembar Sarmi dan Bufareh Skala 1 : 250.000) terdiri atas 13 formasi batuan yang berumur mulai dari Mesozoikum (Kapur) yaitu batuan Mafik/Ultramafik sampai Kuarter (Holosen) berupa endapan Aluvium. Adapun tataan stratigrafi mulai dari yang berumur tua hingga berumur muda adalah sebagai berikut :
1.            Batuan Mafik / Ultramafik (m/um); Terdiri dari gabro, serpentinit, dan batuan terserpentinitkan. Tergerus dan terbreksikan. Bersentuhan sesar dengan batuan lain. Umur diperkirakan lebih tua dari Kapur Akhir. Penyebaran formasi ini berada di sebelah timur lembar peta.

2.            Formasi Auwewa (Tema); Terdiri dari lava, breksi, tuf kristal gampingan dan sisipan grewake, kalsilutit, kalkarenit serta batugamping koral. Lava bersusunan basal piroksen dan basal olivine piroksen sampai andesitan, sebagian berupa spilit. Berstruktur bantal dan amigdaloid.  Fosil koral dan foram besar dalam batugamping. Umurnya diperkirakan Eosen sampai Miosen Awal, diendapkan dalam lingkungan laut dangkal. Penyebaran formasi ini berada di bagian tengah lembar peta.

3.            Formasi Biri (Teob); Terdiri dari kalsilutit, serpih dan sisipan lava basal. Kompak, berurat kalsit dan terhablur ulang. Sebagian berlapis dan terbreksikan, terlipat kuat dan tercenangga. Lava basal berstruktur bantal dan kekar meniang (columnar joint). Tebal yang tersingkap 305 meter. Tidak dijumpai fosil. Umurnya diperkirakan Eosen - Oligosen, diendapkan dalam lingkungan litoral – neritik. Penyebaran formasi berada di sebelah selatan pegunungan Siduarsi di sebelah timur lembar peta.

4.            Formasi Darante (Tomd); Terdiri dari kalkarenit, batugamping koral dan sisipan batuan gunungapi. Tidak berlapis, setempat berstruktur terumbu, kepingan rijang dan gejala penghabluran ulang. Batuan gunung api berupa lava amigdaloid dengan vesikular terisi zeolit, breksi serta sisipan batupasir tufan.  Setempat konglomerat alas dengan komponen batuan ultramafik dan semen gampingan. Tebal mencapai 850 meter atau lebih. Fosil koral ganggang, foram besar dan kecil. Umurnya Te – Tf1 (Oligosen Akhir – awal Miosen Tengah), diendapkan dalam lingkungan litoral – neritik. Penyebaran formasi ini sebagian besar berada pada kawasan pegunungan Foja di sebelah tenggara lembar peta, kawasan pegunungan Siduarsi di sebelah timur lembar peta, kawasan pegunungan Gauttier disebelah selatan lembar peta, dan beberapa di Aurimi di sebelah barat lembar peta, serta di sekitar pegunungan Irier disebelah utara tengah lembar peta.

5.            Formasi Makats (Tmm); Terdiri dari perselingan grewake, batulanau, batulempung, serpih dan napal; sisipan konglomerat dan batugamping. Berlapis baik, padat dank eras, konglomerat berkomponen utama batuan beku mafik, kalsilutit, dan batugamping malih. Terlipat kuat dan tersesarkan. Berupa sedimen tipe flysch dengan lapisan bersusun, lapisan halus sejajar dan konvolut. Tebal lebih dari 2000 meter. Mengandung fosil foram besar dan foram kecil. Umurnya Tf1 sampai Tf2-3 (bagian bawah Miosen Tengah sampai bagian bawah Miosen Akhir), diendapkan dalam lingkungan neritik. Penyebaran formasi ini berada di sebelah utara dan selatan pegunungan Foja disebelah tenggara lembar peta lalu menyebar ke arah baratlaut hingga di bagian barat Aurimi disebelah barat lembar peta.

6.            Formasi Aurimi dari Kelompok Mamberamo (Tmpa); Terdiri dari napal, kalkarenit, batupasir, batulanau dan batulempung. Setempat bersisipan batugamping napalan. Berlapis tipis – tebal, berstruktur nendatan, lapisan halus bergelombang, sejajar, konvolut dan silang siur. Kompak, getas, terlipat, tersesarkan dan setempat tergerus. Tebal 200 – 1300 meter. Banyak foram kecil, cangkang moluska dan ganggang. Umur N12 – N20 (Miosen akhir – Pliosen), diendapkan dalam lingkungan laut dangkal dan paralis. Penyebaran formasi ini berada di sebelah utara kawasan pegunungan Gauttier dan puncak pegunungan Foja disebelah selatan hingga tenggara lembar peta, di kawasan pegunungan Irier disebelah utara tengah lembar peta, serta di pulau Liki dan pulau Nimumoar.

7.            Formasi Unk dari Kelompok Mamberamo (QTu); Tersusun oleh grewake, batulanau, batulempung, konglomerat, dan sisipan lignit. Berlapis, lunak, agak kompak; mengandung kuarsa, mika, felspar, kepingan batuan, karbonan dan gampingan. Berstruktur lapisan bersusun, silang siur, sejajar dan liang bekas binatang. Tebal mencapai 1500 meter. Fosil foram kecil dan moluska. Umur N21 – N23 (Pliosen akhir – Plistosen), diendapkan dalam lingkungan laut dangkal sampai laut agak dalam. Penyebaran formasi ini menempati 60% dari luas lembar peta yang tersebar disebelah tenggara menerus hingga barat daya lembar peta lalu membelok ke utara dan timur lembar peta, serta bagian tengah lembar peta.

8.            Batuan Campur Aduk (Qc); Terdiri dari lempung tergerus, lumpur dengan bongkah/kepingan batuan yang lebih tua yang berasal dari formasi-formasi Unk (QTu), Aurimi (Tmpa), Makats (Tmm), Darante (Tomd), Auwewa (Tema), Biri (Teb), dan batuan mafik/ultramasik (m/um). Diduga terbentuk secara tektonika pada Plistosen – Holosen. Penyebarannya berada di bagian tengah lembar peta mulai dari timur menerus hingga ke barat.

9.            Formasi Kukunduri (Qpk); Terdiri dari konglomerat, pasir dan lempung atau lempung pasiran, tidak mampat, mengandung sisa tumbuhan. Tebal 50 – 100 meter. Tak dijumpai fosil, umurnya diperkirakan Plistosen. Penyebaran formasi ini berada di sekitar Segar Mebor disebelah selatan lembar peta dan disebelah barat sungai Apawer dan sekitar Wamariri disebelah barat lembar peta.

10.          Formasi Jayapura (Qpj); Terdiri dari batugamping terumbu dengan sisipan sisipan konglomerat aneka bahan, kalkarenit, kalsirudit, kalsilutit. Bertopografi kars, terlipat lemah dengan kemiringan 5º-15º, struktur silang siur dan lapisan sejajar, tebal ± 75 meter. Konglomerat biasanya berada di bagian bawah, berkomponen terutama batulempung dan batugamping hablur. Fosil umumnya koral dan ganggang, umurnya Plistosen. Penyebaran formasi ini berada sekitar Sawar hingga Bageserwar dan pulau-pulau diwilayah peraian disebelah utara lembar peta, serta  di sekitar Sewan di sebelah timur tengah lembar peta.

11.          Endapan Lumpur (Qmd); Terdiri dari leleran lumpur dan lempung, lembek, dengan kepingan/bongkahan batuan yang keluar dari poton. Beberapa poton masih giat, sebagian mengandung gas (metan, nitrogen, CO2), garam dan hidrokarbon.  Tinggi kerucut poton mencapai 110 meter, garis tengah beberapa kilometer, umur diduga Holosen. Penyebarannya berada di sebelah utara kawasan pegunungan Karamof disebelah timur lembar peta, di sekitar Gerung di sebelah selatan lembar peta, serta di sebelah barat gunung Pipirai di sebelah barat tengah lembar peta.

12.          Batugamping Koral (Qcl); Terdiri dari terumbu koral terangkat dan kepingan batugamping membentuk undak-undak, tingginya mencapai 50 meter diatas muka laut. Penyebarannya berada di Kota Sarmi, disebelah utara lembar peta.

13.          Alluvium ( Qa ); Terdiri dari lempung, pasir dan kerikil, merupakan endapan sungai, pantai dan rawa. Penyebarannya berada di sebelah baratlaut, utara, timurlaut dan tengah lembar peta, menempati morfologi dataran.



Gambar 2-3.       Kolom statigrafi regional lokasi kegiatan
(Sumber Peta : Peta Geologi Regional Lembar Sarmi & Bufareh skala 1:250.000, PPPG )

                3. Struktur Geologi Regional dan Tektonika
             Struktur geologi yang berkembang di lembar Sarmi & Bufareh terdiri dari perlipatan dan sesar. Perlipatan berupa antiklin dan sinklin dengan sumbu berarah baratlaut-tenggara dan barat-timur. Sesar terdiri dari sesar turun, sesar naik dan sesar geser-jurus. Arah umum sesar naik dan turun adalah baratlaut-tenggara, barat-timur, dan baratdaya-timurlaut. Sesar geser-jurus umumnya berarah baratlaut-tenggara dan timurlaut-baratdaya. Semua sesar memotong batuan berumur Tersier dan Kuarter meliputi jenis batuan sedimen klastika dan karbonat dan juga batuan ultramafik.
Poton banyak dijumpai disini, poton-poton tersebut erat hubungannya dengan struktur diapir yang dipengaruhi oleh kegiatan tektonika yang aktif sejak Plistosen hingga sekarang.
              Sarmi & Bufareh merupakan bagian dari kerak Samudera Pasifik yang bertubrukan dengan kerak Kontinen Australian sejak Oligosen yang menghasilkan Orogenesa Melanesia. Kegiatan tektonika terus berlangsung hingga Miosen-Pliosen, menghasilkan gerakan-gerakan tegak dan mendatar sebagai akibat interaksi orogenesa. Pada Plistosen sesar naik di zona Mamberamo terbentuk akibat dorongan lempeng Pasifik ke selatan dan poton-poton di sepanjang zona Mamberamo terbentuk. Berdasarkan data kegempaan, tektonika di lembar ini masih aktif hingga sekarang.



Gambar 2-4. Peta Geologi Regional Lokasi Kegiatan dan Sekitarnya
(Sumber Peta : Peta Geologi Regional Lembar Jayapura skala 1:250.000, PPPG)

  •                 KEGEMPAAN (EARTH QUAKE)


               Indonesia termasuk dalam wilayah yang sangat rawan bencana gempa bumi seperti halnya Jepang dan California karena posisi geografisnya menempati zona tektonik yang sangat aktif. Hal ini dikarenakan tiga lempeng besar dunia dan sembilan lempeng kecil lainnya saling bertemu di wilayah Indonesia serta membentuk jalur-jalur pertemuan lempeng yang kompleks. Keberadaan interaksi antar lempeng-lempeng ini menempatkan wilayah Indonesia sebagai wilayah yang sangat rawan terhadap gempa bumi. Tingginya aktivitas kegempaan ini terlihat dari hasil rekaman dan catatan sejarah dalam rentang waktu 1900-2009 terdapat lebih dari 50.000 kejadian gempa dengan magnituda M ≥ 5.0 dan setelah dihilangkan gempa ikutannya terdapat lebih dari 14.000 gempa utama (main shocks). Kejadian gempa utama dalam rentang waktu tersebut dapat dilihat dalam Gambar 2-5 yang dikumpulkan dari berbagai sumber seperti, dari katalog gempa Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Nasional Earthquake Information Center U.S. Geological Survey (NEIC-USGS), beberapa katalog perorangan Abe, Abe dan Noguchi, serta Gutenberg & Richter, dan katalog Centennial dimana merupakan kompilasi katalog Abe, Abe & Noguchi, dan Newcomb & McCann.
Dalam gambar 2-5 menunjukkan bahwa lokasi sasaran kegiatan termasuk dalam wilayah sangat rawan bahaya gempa bumi dengan penyebaran pusat gempa yang agak rapat berdasarkan skala peta dengan kedalaman berkisar antara 0 – 50 meter (pusat gempa dangkal).  



Gambar 2-5. Peta Sebaran Episenter gempa utama di Indonesia dan
        sekitarnya untuk magnitude M≥ 5.0 yang dikumpulkan dari
        berbagai sumber rentang waktu tahun 1900 - 2009

               Dalam mengantisipasi bahaya gempa, pemerintah Indonesia telah mempunyai standar peraturan perencanaan ketahanan gempa untuk stuktur bangunan gedung yaitu SNI-03-1726-2002. Sejak diterbitkannya peraturan ini, tercatat beberapa gempa besar dalam 6 tahun terakhir, seperti gempa Aceh disertai tsunami tahun 2004 (Mw = 9,2), Gempa Nias tahun 2005 (Mw = 8,7), gempa Yogya tahun 2006 (Mw = 6,3), dan terakhir gempa Padang tahun 2009 (Mw = 7,6). Gempa-gempa tersebut telah menyebabkan ribuan korban jiwa, keruntuhan dan kerusakan ribuan infrastruktur, serta dana trilyunan rupiah untuk rehabilitasi dan rekonstruksi. Pencegahan kerusakan akibat gerakan tanah dapat dilakukan melalui proses perencanaan dan konstruksi yang baik dan dengan memperhitungkan suatu tingkat beban gempa rencana. Sehingga dalam perencanaan infrastruktur tahan gempa perlu diketahui beban gempa rencana yang dapat diperoleh berdasarkan peta hazard gempa Indonesia.
Indonesia pertama kali mempunyai peta hazard gempa pada tahun 1983, yaitu dalam Peraturan Perencanaan Tahan Gempa Indonesia untuk Gedung (PPTI-UG 1983). Peta gempa ini membagi Indonesia menjadi enam zona gempa. PPTI-UG 1983 diperbaharui pada tahun 2002 dengan keluarnya Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung SNI 03-1726-2002. Peraturan pengganti ini disusun dengan mengacu pada UBC 1997. Peta gempa yang ada dalam SNI 2002 tersebut berupa peta percepatan puncak atau Peak Ground Acceleration (PGA) di batuan dasar (SB) untuk probabilitas terlampaui 10% dalam masa layan bangunan 50 tahun atau bersesuaian dengan perioda ulang gempa 500 tahun.
               Standar perencanaan umumnya selalu diperbarui guna mengakomodir perkembangan iptek dan data-data kejadian gempa terbaru. Dengan adanya kejadian gempa-gempa besar seperti gempa Aceh tahun 2004 maka sudah selayaknya peta gempa yang ada perlu direvisi. Dalam upaya merevisi peta gempa Indonesia ini dan untuk mengintegrasikan berbagai keilmuan terkait bidang kegempaan, maka pada tahun 2009 di bawah koordinasi Kementerian Pekerjaan Umum telah dibentuk Tim Revisi Peta Gempa Indonesia 2010 dengan susunan anggota sebagai berikut; Ketua Prof. Dr. Masyhur Irsyam (Geoteknik Kegempaan-ITB), Wakil Ketua Dr. Wayan Sengara (Geoteknik Kegempaan-ITB), Sekretaris Fahmi Aldiamar, MT. (Geoteknik Kegempaan-PU), dan anggota Prof. Dr. Sri Widiyantoro (Seismologi-ITB), Dr. Wahyu Triyoso (Seismologi-ITB), Dr. Danny Hilman Natawidjaja (Geologi Kegempaan-LIPI), Ir. Engkon Kertapati (Geologi-Badan Geologi), Dr. Irwan Meilano (Geodesi Kegempaan-ITB), drs. Suhardjono Dipl.Seis (Seismologi-BMKG), M. Asrurifak, MT. (Geoteknik Kegempaan-ITB), dan Ir. M. Ridwan, Dipl.E.Eng. (Geologi-PU).
              Dengan menggunakan pendekatan probabilitas, Tim telah menghasilkan peta PGA dan spektra percepatan untuk perioda pendek (0.2 detik) dan perioda 1.0 detik dengan kemungkinan terlampaui 10% dalam 50 tahun, 10% dalam 100 tahun, dan 2% dalam 50 tahun atau yang mewakili tiga level hazard (potensi bahaya) gempa yaitu 500, 1000 dan 2500 tahun. Hasil analisis dari masing-masing level hazard gempa ini ditampilkan dalam bentuk kontur. Peta Gempa Indonesia 2010 ini digunakan sebagai acuan dasar perencanaan dan perancangan infrastruktur tahan gempa termasuk pengganti peta gempa yang ada di Standard Peraturan Perencanaan Ketahanan Gempa Indonesia (SNI-03-1726-2002). Peta-peta Gempa Indonesia 2010 dapat dilihat dalam Gambar 2-6 – Gambar 2-14 berikut.



Gambar 2-6. Peta percepatan puncak (PGA) di batuan dasar (SB) untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 50 tahun



Gambar 2-7. Peta respon spectra percepatan 0,2 detik (SS) di batuan dasar (SB) untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 50 tahun



Gambar 2-8. Peta respon spectra percepatan 1,0 detik (SS) di batuan dasar (SB) untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 50 tahun



Gambar 2-9. Peta percepatan puncak (PGA) di batuan dasar (SB) untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 100 tahun



Gambar 2-10. Peta respon spectra percepatan 0,2 detik (SS) di batuan dasar (SB) untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 100 tahun



Gambar 2-11. Peta respon spectra percepatan 1,0 detik (SS) di batuan dasar (SB) untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 100 tahun




Gambar 2-12. Peta percepatan puncak (PGA) di batuan dasar (SB) untuk probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun



Gambar 2-13. Peta respon spectra percepatan 0,2 detik (SS) di batuan dasar (SB) untuk probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun




Gambar 2-14. Peta respon spectra percepatan 1,0 detik (SS) di batuan dasar (SB) untuk probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun


               Demikianlah beberapa pejelasan saya mengenai Tinjauan Umum suatu proyek dalam hal ini suatu kondisi yang kita lihat dari segi Geografi, Topografi dan iklim serta kondisi Geologi Regional dan Kegempaan suatu daerah yaitu target proyek yang berkaitan dalam suatu laporan Antara. Semoga ini bermanfaat, terimakasih.

DASAR PENGETAHUAN FISIKA BAHAN BANGUNAN.

Siapa di dunia ini yang tidak menginginkan bangunannya tahan dan awet? Apalagi jika orang itu mengerti tentang teknik, pastilah sangat memperhatikan bangunannya untuk masa yang panjang. Ketahanan atau keawetan sebuah bangunan sangat ditentukan oleh sifat-sifat dari alam yang secara alami mempengaruhi kondisi sebuah bangunan. Pada dasarnya bahan bangunan mengalami sifat fisika yang tentunya sangat berpengaruh terhadap ketahanan dan  keawetan suatu bahan bangunan. Seperti sifat kekerasan, proses difusi air tanah dan kelembaban yang pada akhirnya mengakibatkan pengaruh merugukan pada bangunan. Sebelum membangun tidak ada salahnya jika kita memperhatikan dasar pengetahuan fisika pada bahan bangunan sebagai modal pengetahuan agar kita dapat mengetahui yang terjadi pada bangunan kita sehingga kita bisa mengantisipasi jauh sebelum terjadi. Oke, langsung saja baca di bawah ini.

Kekerasan Bahan Bangunan.

Kekerasan yang dimaksud disini adalah kekuatan suatu benda terhadap benda lain yang memaksa masuk kedalamnya. Dapat di uji sebagai berikut:

Kekerasan terhadap melusuhkan;

Kekerasan terhadap bola baja – Brinell;

Menrut Brinell kekerasan bahan bangunan ditentukan dengan sebuah bola baja diameter 10 mm yang ditekan dengan 29’420 N selama sepuluh detik. Perbandingan antara gaya tekan dengan permukaan yang tertekan ( sektor bola ) menentukan kekerasan Brinell (HB). 350 HB berarti kekerasan brinell setara dengan 350 N per milimeter bujursangkar.
Hal ini perlu kita ketahui supaya kita dapat mengenali kekerasan bahan yang kita akan gunakan agar kita dapat memilih bahan yang terbaik. Di sisi lain kita bisa mempertimbangkan situasi di sekitar kita terhadap bahan bangunan yang akan kita gunakan.

Kekerasan terhadap menggores – Mohs.

Menurut Mohs kekerasan ( terutama pada batu alam) dapat digolongkan sebagai berikut:

  1. Kekerasan 1 talkum dapat dikikis dengan kuku  jari;
  2. Kekerasan 2 gips dapat digores dengan kuku jari;
  3. Kekerasan 3 kapurspar dapat digores dengan uang logam;
  4. Kekerasan 4 flourspar dapat digores dengan sepotong kaca;
  5. Kekerasan 5 apatit mudah digores dengan pisau;
  6. Kekerasan 6 flespar sulit digores dengan pisau;
  7. Kekerasan 7 kuarsa menggores kaca;
  8. Kekerasan 8 topas menggores kuarsa dengan kesulitan;
  9. Kekerasan 9 korundumm memotong kaca;
  10. Kekerasan 10 intan memotong kaca.

Difusi Kelembaban dan Sifat Higroskopis Bahan Bangunan

Hampir semua bahan bangunan memungkinkan penyebaran kelembaban melalui sifat higroskopis bahan tersebut. Bahan bangunan dengan begitu dapat menerima dan menyampaikan kelembaban , berarti bisa mengisap, menyimpan, dan melepaskan air dalam keadaan cair atau gas.
Makin kecil pori-pori bahan bangunan makin besar daya menghisap air, dan makin besar pori-porinya makin mudah dapat diisi dengan air. Hal ini berarti bahwa air dapat masuk kedalam bahan bangunan melalui gravitasi (misalnya atap yang bocor), oleh tekan angin (misalnya pada tepi dinding atau atap yang terkena angin kencang), oleh kapilaritas (misalnya pada retak plesteran dinding atau kelembaban tanahyang dilalui trasraam yang tidak kedap air).
Difusi kelembaban dan sifat higroskopis bahan bangunan
a) melalui grafitasi air masuk ke pori-pori yang > 0,5 mm;
b)melalui tekanan angin jika ada celah > 5 mm;
c) melalui kapilarisasi air masuk ke dalam pori yang < 0,5 mm olehdaya isapan.
Sifat higroskopis bahan bangunan di inndonesia tidak begitu penting jika dihubungkan dengan suhu dan iklim di dalam ruang, akan tetapi bahaya berkaitan dengan kemampuan untuk menghisap kelembaban tanah dan menyalurkannya di dalam konstruksi dari bahan banguna tersebut.
Difusi kelembaban tanah dapat diatasi dengan menggunakan bahan bangunan yang sifat higroskopisnya tinggi, jika dapat dihindari bahwa bahan bangunan itu dapat menghisap air selain daripada kelembaban udara yang mengelilinginya, atau dengan menggunakan lapisan kedap air.
Lapisan kedap air dapat digunakan sebagai lapisan diantara sloof dan kaki dinding (trasraam) guna menghindari naiknya kelembaban tanah atau sebagai lapisan pada permukaan dinding ( cat dan lain sebagainya).
Berikut beberapa jenis lapisan kedap air yang dapat diterapkan pada bangunan:

Trasraam lapisan aspal (kertas aspal)

Trasraam lapisan aspal (atau kertas aspal) dapat digunakan diatas sloof beton bertulang (sloof harus kering, berumur minimum 14 hari) atau di bawah sloof konstruksi kayu (di atas lapisan mortar yang datar dan yang menutupi pondasi batu kali). Lapisan aspal tebalnya kurang lebih 2 milimeter, dapat dibuat dengan cara mengecat 2 hingga 3 kali dengan aspal panas (yang cair) atau dengan butimen / karet latex emulsion.

Karet trasraam (lembaran karet atau PE)

Karet trasraam (lembaran karet atau PE) dipotong sesuai dengan lebar sloof dan dipasang di atas sloof tersebut. Setiap sambungan karet Trasraam harus tumpang tindih minimum 10 centimeter. Pada angker dan sambungan tulangan kolom praktis, karet trasraam harus dilubangi sesuai dengan diameter besi yang dipergunakan (hal ini dapat dilakukan dengan mudah jika menggunakan karet, akat tetapi sangat sulit jika menggunakan lembaran PE, karena jika lubang terlalu besar maka trasraam tidak memenuhi syarat fungsi mencegah naiknya air tanah).

Trasraam seng papak

Pada trasraam ini penggunaan seng yang dipilih adalah seng yang tahan lama dari korosi atau anti karat, misalnya seng galvanisir dengan tebal( minimum BWG 24) sehingga juga mempunyai kegunaan lain yaitu keuntungan mencegah rayap.

Mortar emulsi

Mortar emulsi adalah mortar yang mutunya diperbaiki dengan bahan sintetis yaitu biasanya mortar semen yang ditambahkan dengan bahan sintesis, misalnya seperti calblack dan lain-lain. Dengan penambahan bahan sintetis ini mutu mortar akan bertambah baik sehingga mortar tahan retak (jadi elastis) dan kedap air. Dengan begitu trasraam dapat kita rencanakan seperti biasa.

Lapisan dinding dengan turap (plesteran)

Lapisan dinding dengan turap (plesteran) sebaiknya selalu dipilih sedemikian sehingga sifat higroskopis bahan bangunan dinding dan plesterannya jadi mirip. Kalau misalnya dinding tidak dilengkapi dengan trasraam yang kedap air, tetapi lapisannya dengan plesteran yang semennya memiliki daya kedap air yang tinggi, maka kelembaban tanah akan naik di dalam dinding bahkan bisa sampai di konstruksi atap.

Lapisan dinding dengan cat

Lapisan dinding dengan cat dapat menimbulkan kesulitan yang mirip dengan plesteran tersebut di atas. Cat sintetik bersifat agak kedap air dan memungkinkan saluran air sebanyak 2 sampai 9 gr/m2h, sedangkan cat rekat atau cat kapur mengizinkan 15 hingga 17 gr/m2h tembus.
1. kelembaban tanah tembus trasraam yang tidak kedap air;
2. turap yang kedap air. kelembaban tanah naik sampai konstruksi atap;
3. cat dinding yang kedap air. kelembaban dalam dinding mengakibatkan cat mengelupas.

Kelembaban bahan bangunan berdasarkan proses membangun.

Berdasakan kenyataan bahwa setiap penghuni menginginkan rumah kediaman yang aman dan kering, maka cara membangun yang umumnya digunakan adalah cara basah yang bertentangan dengan hasil yang diinginkan. Untuk itu supaya dalam membangun dengan hasil yang baik yang artinya sesuai keinginan, berikut saya sajikan tabel penggunaan air yang baik pada bangunan:

Bangunan
Penggunaan air
Beton kelas II, K-225
± 250 liter air/ m kubik
Dinding batu bata ketebalan 11,5 cm
± 42 liter air/m 2
Dinding conblock
± 5 liter air/m2
Turap (Plesteran) ketebalan ± 2 cm
± 12 liter air/m2

Jumlah air yang biasanya digunakan untuk membangun sebuah rumah biasa ( rumah type 36) ialah sekitar 28000 liter yang harus menguap sebelum rumah tersebut dianggap kering dan sehat untuk dihuni. Waktu menguap air tersebut tergantung dari cara membangun, iklim, ventilasi, dan kelembaban udara setempat. Sebagai perkiraan dasar dapat di anggapakan dibutuhkan selama 4 bulan.

Tentunya kita menginginkan suasana kering pada rumah kita, artinya rumah yang akan kita huni tidak berlebihan kelembaban. Karena jika kita lihat dari sudut pandang dunia kesehatan, Kelebihan kelembaban apa pun dalam iklim tropis lembab dapat mendorong pertumbuhan cendawan kelabu (aspergillus) yang dapat mempengaruhi kesehatan penghuni rumah karena dapat menimbulkan alergi bronkitis dan asma. Sangat mencemaskan bukan jika kita harus mengalami hal-hal seperti itu. Untuk itu dalam membangun rumah seharusnya gunakanlah cara yang tidak terlalu basah dan ada baiknya sebelum membangun kita memperhatikan hal-hal yang telah kita bahas di atas.
Demikian penjelasan mengenai dasar pengetahuan dasar fisika bahan bangunan atau kekerasan, difusi dan kelembaban pada berbagai jenis bahan bangunan. Semoga bermanfaat, syalom dan terimakasih.

JENIS-JENIS PONDASI BANGUNAN

UMUM

Kali ini saya akan memberikan sedikit penjelasan mengenai jenis-jenis pondasi. Pondasi pada bangunan merupakan bagian inti atau bagian utama dari suatu banguan. Pondasi dapat digolongan menjadi 2 golongan yaitu :
a. Pondasi dangkal, yaitu pondasi yang mendukung beban secara langsung, umumnya mempunyai kedalaman D/B  1 tetapi bisa lebih. Pondasi dangkal meliputi pondasi telapak, pondasi rakit (mats) dan pondasi memanjang.
b. Pondasi dalam, yaitu pondasi yang meneruskan beban bangunan ke tanah keras atau batu yang terletak relatif jauh dari permukaan. Umumnya mempunyai kedalaman D/B  1 dan meliputi pondasi sumuran dan pondasi tiang pancang.

Beberapa contoh tipe pondasi adalah sebagai berikut :
1. Fondasi telapak, yaitu pondasi yang berdiri sendiri dalam mendukung kolom.
2. Pondasi memanjang, yaitu pondasi yang digunakan untuk mendukung dinding memanjang atau sederatan kolom yang letaknya berdekatan.
3. Pondasi rakit (mats foundation), yaitu pondasi yang digunakan untuk mendukung bangunan yang terletak pada tanah lunak.
4. Pondasi sumuran (pier foundation), yaitu merupakan bentuk peralihan dari pondasi dangkal dan pondasi tiang. Digunakan bila tanah dasar yang  kuat  terletak relatif dalam.
5. Pondasi tiang (pile foundation) berdiameter kecil dan panjang dibanding pondasi sumuran, digunakan bila tanah pondasi pada kedalaman yang normal  tidak mampu mendukung beban dan tanah keras terletak sangat dalam.

PEMILIHAN BENTUK PONDASI

Dalam memilih dan merancang suatu pondasi perlu diperhatikan hal-hal berikut ini :
1. Maksud pembuatan bangunan, umur pemakaian, jenis konstruksi, properties tanah, metode pelaksanannya dan biaya konstruksi.
2. Kebutuhan-kebutuhan pemilik.
3. Perencanaannya memastikan bahwa hal itu tidak menurunkan mutu lingkungan dan memakai faktor keamanan yang menghasilkan suatu tingkat resiko yang dapat diterima oleh masyarakat, pemilik dan perekayasa.

Untuk pertimbangan terhadap keruntuhan geser dan penurunan yang berlebihan, maka perlu dipenuhi dua kriteria yaitu kriteria stabilitas dan kriteria penurunan. Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi dalam perancangan pondasi adalah :
1. Faktor aman terhadap keruntuhan akibat terlampauinya daya dukung harus dipenuhi dan pada umumnya digunakan faktor keamanan 3.
2. Penurunan pondasi harus masih dalam batas-batas nilai yang ditoleransikan. Khusus penurunan yang tak seragam (differential settlement) harus dipastikan tidak mengakibatkan kerusakan pada struktur.

TIPE-TIPE KERUNTUHAN PONDASI

Tipe keruntuhan pondasi pada saat pembebanan sampai mencapai kerutuhan dapat digolongkan dalam tiga fase, yaitu :

1. Fase I.

Saat awal penerapan bebannya, tanah di bawah pondasi turun diikuti oleh deformasi tanah secara lateral dan vertikal ke bawah. Besarnya penurunan tergantung pada besar-kecilnya beban yang diterapkan. Dalam keadaan ini kondisi tanah elastis. Massa tanah yang terletak di bawah pondasi mengalami kompressi yang mengakibatkan kenaikan kuat geser tanah dengan demikian menambah daya dukungnya.

2. Fase II

Pada penambahan beban selanjutnya, gerakan  tanah pada kedudukan elastis dimulai dari tepi pondasi, dan kemudian dengan bertambahnya beban, zona lateral menjadi semakin nyata yang diikuti oleh retak-retak lokal dan geseran tanah di sekeliling tepi pondasinya. Zona plastis, kuat geser tanah sepenuhnya berkembang untuk menahan bebannya.

3. Fase III

Fase ini ditandai oleh kecepatan deformasi yang semakin bertambah seiring dengan penambahan beban. Deformasi tersebut diikuti oleh gerakan tanah ke arah luar yang diikuti oleh mengembangnya permukaan tanah, dan kemudian, tanah pendukung pondasi mengalami keruntuhan dengan bidang runtuh yang berbentuk  lengkung dan garis yang disebut bidang geser radial dan bidang geser linier.

Gambar 3.1. Fase-fase keruntuhan


PONDASI TIANG PANCANG

Pemakaian tiang pancang dipergunakan pada pondasi bangunan dimana tanah dasar untuk bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung (bearing capasity) yang cukup untuk memikul berat bangunan dan bebannya, atau apabila tanah keras untuk memikul berat bangunan dan bebannya terletak sangat dalam. Pondasi tiang pancang ini berfungsi untuk memindahkan atau mentransferkan beban-beban dari konstruksi diatasnya (upper struktur) ke lapisan tanah keras.

1. Penggolongan Menurut Cara Pemindahan Beban

Menurut cara pemindahan beban, tiang pancang dibagi atas 2 :

a. Point bearing pile (end bearing pile)

Tiang pancang dengan tahanan ujung, tiang ini meneruskan beban melalui tahanan ujung ke lapisan tanah keras.

b. Friction pile

Tiang ini meneruskan beban ke tanah melalui gesekan kulit (skin friction).

2. Penggolongan Menurut Bahan

Berdasarkan bahan yang digunakan, tiang pancang dibagi atas empat bagian :
1. Tiang pancang kayu
2. Tiang Pancang Beton
- Precast reinforced concrete pile, yang penampangnya dapat berupa lingkaran, segiempat dan segi delapan.
- Precast Prestressed Concrete Pile
- Cast in Place
3. Tiang Pancang Baja, yang dapat berupa ‘H’ pile dan Pipe pile.
4. Tiang Pancang Komposit, yang dapat berupa komposit kayu-beton dan baja-beton.


PERHITUNGAN TIANG PANCANG

01. END BEARING PILE

Tiang pancang ini dipancang sampai pada lapisan tanah keras yang mampu memikul beban dan dihitung berdasarkan tahanan ujung (end bearing pile). Lapisan tanah keras ini dapat merupakan lempung keras atau batu-batuan keras. Hal yang penting untuk diperhatikan adalah :
1. Bila lapisan tanah keras tersebut terdiri dari batuan keras maka penentuan daya dukung tiang akan tergantung pada kekuatan bahan tiang itu sendiri.
2. Bila lapisan tanah keras tersebut terdiri dari lapisan pasir maka daya dukung tiang tersebut akan sangat tergantung pada sifat-sifat lapisan pasir tersebut, terutama kepadatan lapisan pasir ini.

Untuk menaksir gaya perlawanan lapisan tanah keras terhadap ujung tiang, cara yang banyak dilakukan di Indonesia, Belanda maupun di Eropa ialah dengan alat sondir. Dengan alat sondir kita dapat menentukan sampai berapa dalam tiang harus dipancangkan dan berapa daya dukung lapisan keras tersebut terhadap ujung tiang.

KEMAMPUAN TIANG
a. Terhadap Kekuatan Tiang
Ptiang = sbahan x Atiang
dimana :
Ptiang = kekuatan yang diizinkan pada tiang pancang ( kg )
sbahan = tegangan tekan izin bahan tiang (kg/cm2)
Atiang = luas penampang tiang pancang ( cm2 )
b. Terhadap Kekuatan Tanah
1. Berdasarkan Konus
Qtiang = Atiang x  P/3  
dimana :
Qtiang = daya dukung keseimbangantiang ( kg )
P = nilai konus dari hasil sondir (kg/cm2 )
3 = Faktor Keamanan
Nilai konus yang dipakai untuk menentukan daya dukung tiang ini sebaiknya diambil rata-rata dari nilai konus pada kedalaman :
4d diatas ujung bawah tiang
4d dibawah ujung tiang, dimana “ d “ adalah diameter tiang
2. Berdasarkan Rumus Terzaghi
Qtiang = Atiang x q/3
dimana :
Qtiang = daya dukung keseimbangan tiang (kg)
Atiang = luas penampang tiang (cm2 )
q = daya dukung keseimbangan tanah (kg/cm2)
3 = faktor keamanan

02.FRICTION PILE

Bila lapisan tanah keras letaknya sangat dalam sehingga pemancangan tiang sampai lapisan tanah keras sukar dilaksanakan, maka daya dukungnya dapat dihitung berdasarkan daya lekatan tiang dengan tanah (cleef). Besarnya gaya lekatan antara tiang dengan tanah dapat diukur dengan percobaan sondir dengan memakai alat bikonus. Alat bikonus ini selain dapat mengukur perlawanan ujung, juga dapat pula mengukur gaya lekatan antara konus dengan tanah. Gaya ini disebut hambatan pelekat dan dalam grafik biasanya harga-harganya dijumlahkan sehingga diperoleh jumlah hambatan pelakat, yaitu jumlah pelekatan permukaan tanah sampai pada kedalaman yang bersangkutan.

KEMAMPUAN TIANG
1. Berdasarkan Hasil Sondir
Qtiang = O x L x c/5
dimana :
Qtiang = daya dukung tiang (kg)
L = keliling tiang yang masuk ke dalam tanah (cm)
c = harga cleff rata-rata (kg/cm2)
5 = angka keamanan
2. Secara Teoritis dengan Perumusan :
Qtiang = c.Nc.A  +  k.c.O.l
dimana :
Qtiang = daya dukung tiang
A = luas penampang tiang pancang
L = keliling tiang
c = kekuatan geser tanah (indrained)
Nc = faktor daya dukung
k = nilai perbandingan antar gaya pelekatan dengan kekuatan geser tanah.

03. END BEARING AND FRICTION PILE

Jika kita memancang tiang sampai ke tanah keras melalui lapisan lempung, maka daya dukungnya dapat diperhitungkan berdasarkan tahanan ujung (end beraing) dan cleef (friction pile) serta juga dapat diperhitungkan terhadap kekuatan bahan tiang pancang.

Gambar 3.2. Sketsa tiang pancang

KEMAMPUAN TIANG
a. Terhadap Kekuatan Bahan Tiang
Ptiang = Bahan . Atiang
dimana :
Ptiang = kekuatan yang diijinkan pada tiang poancang (kg)
sbahan = tegangan tekan ijin bahan tiang (kg/cm2)
A = luas penampang tiang pancang ( cm2 )
b. Terhadap Kekuatan Tanah
1. Beban Sementara
Qtiang = (Atiang.P)/2 + (O.l.c)/5
2. Beban Tetap / Statis
Qtiang = Atiang.P/3 + O.l.c/5

3. Beban Dinamis
Qtiang = Atiang.P/5 + O.l.c/8
dimana :
Qtiang = daya dukung keseimbangan tiang (kg)
P = nilai konus dari hasil sondir (kg/cm2 )
O = keliling tiang pancang (cm)]
l = panjang tiang pancang yang berada dsa;lam  tanah (cm)
c = harga cleef rata-rata (kg/cm2 )
Beban yang dapat dipikul tiang adalah : N  Ptiang  dan N  Qtiang

04. TIANG PANCANG KELOMPOK (PILE GROUP)

Diatas pile group biasanya idiletakkan suatu poer (footing) untuk mempersatukan kelompok tiang tersebut. Dalam perhitungan, poer dianggap/dibuat kaku sempurna sehingga :
Apabila beban yang berkerja pada kelompok tiang tersebut menimbulkan penurunan maka setelah penurunan, poer tetap merupakan bidang datar.
Gaya-gaya yang bekerja pada tiang berbanding lurus dengan penurunan tiang-tiang tersebut.

Jarak antara tiang-tiang dalam kelompok disyaratkan S  2.5 D atau   S  3D, dimana S adalah jarak masing-masing tiang dalam kelompok (Spacing) dan D adalah diameter tiang.


Gambar 3.3. Jarak tiang-tiang dalam suatu kelompok tiang

Biasanya disyaratkan jarak antara dua tiang dalam kelompok tiang adalah minimum 0.6 m dan maksimum 2 m.

A. KELOMPOK TIANG PANCANG YANG MENRIMA BEBAN NORMAL SENTRIS

Dalam hal ini beban yang diterima oleh tiap-tiap tiang pancang adalah :
N = V/n
dmana :
N = beban yang diterima oleh tiap-tiap tiang pancang
V = resultante gaya-gaya normal yang bekerja secara sentris
n = jumlah tiang pancang

Gambar 3.4. Sketsa kelompok tiang

B. KELOMPOK TIANG PANCANG YANG MENRIMA BEBAN NORMAL EKSENTRIS

Beban normal eksentrisitas dapat diganti menjadi beban normal sentris ditambah dengan momen.

1. Akibat beban normal sentris
Pv = V/n
2. Akibat beban momen karena poer dianggap kaku sempurna maka momen dibagikan ke tiang-tiang pancang yang letaknya terjauh dari titik berat kelompoknya akan menerima beban yang maksimum atau  minimum.
P2 : P1 = X2 : X1
P2 = X2 . P1/X1  

Gambar 3.5. Sketsa kelompok tiang

analog :   P3 = X3 . P1/X1
P4 = X4 . P1/X1
M = P1X1 + P2X2 + P3X3 + P4X4
= P1X1 + P1X22/X1 + P1X32/X1 + P1X42/X1
= (P1/X1 ).( X12 + X22 + X32 + X42 ) = ( P1/X1 ).X2
P1 = M . X1/x2 diterima oleh dua tiang karena dalam hal ini pada baris 1 dalam arah Y ada 2 buah tiang.
Sehingga untuk satu tiang :
P1 = (M . X1) / (2X2)
Secara umum beban maksimum yang diterima oleh tiang pancang yang letaknya terjauh adalah :
PM  =  Mx max / (ny x2)
Jadi total beban maksimum yang diterima oleh tiang pancang adalah :
Pmax = Pv + Pm
Pmax = V/n    Mx max / ny.x2
dimana :
Pmax = beban maksimum yang diterima tiang pancang
V = jumlah total beban-beban vertikal/normal
N = jumlah tiang pancang
M = momen yang bekerja pada kelompok tiang tersebut
ny = jumlah tiang dalam satu baris pada arah sumbu y (tegak bidang momen)
X2 = jumlah kuadrat jarak tiang-tiang ke pusat berat kelompok tiang

C. KELOMPOK TIANG YANG MENERIMA BEBAN NORMAL SENTRIS DAN MOMEN YANG BEKERJA PADA DUA ARAH



Gambar 3.6. Kelompok tiang dengan beban normal sentris dan momen yang bekerja pada dua arah

Pmax = V/n  (My Xmax)/(ny x2)  (Mx Ymax)/(nx y2)
dimana :
Pmax = beban maksimum yang diterima tiang pancang
V = jumlah total beban normal
Mx = momen yang bekerja pada bidang yang tegak lurus sumbu x
My = momen yang bekerja pada bidang yang tegak lurus sumbu y
n = jumlah tiang pancang dalam kelompok (pile group)
Xmax = absis terjauh tiang pancang terhadap titik berat kelompok
Ymax = ordinat terjauh tiang pancang terhadap titik berat kelompok
ny = jumlah tiang pancang dalam satu baris dalam arah sumbu y
nx = jumlah tiang pancang dalam satu baris dalam arah sumbu x
X2 = jumlah kuadrat absis-absis tiang pancang.
Y2  = Jumlah kuadrat ordinat-ordinat tiang pancang.

DAYA DUKUNG KELOMPOK TIANG (PILE GROUP)

Tiang pancang dalam kelompok (pile group) menurut cara pemindahan beban ke tanah dapat dibagi dalam 2 bagian yaitu :
a. Kelompok Tiang Yang Terdiri dari “ Point Bearing Pile”
Tiang-tiang pancang dalam kelompok ini dipancang sampai mencapai tanah keras sehingga perhitungan daya dukung tiang ini berdasarkan pada tahanan ujung (end bearing). Dalam hal seperti ini maka kemampuan tiang dalam kelompok tiang adalah sama dengan kemampuan tiang yang berdiri sendiri dikalikan dengan banyaknya tiang.
Qpg = n . Qs
dimana :
Qpg = daya dukung kelompok tyiang (pile group)
Qs = daya dukung yang berdiri sendfiri (single pile)
n = banyaknya tiang pancang
b. Kelompok Tiang Yang Tediri Dari Friction Pile
Tiang–tiang dalam kelompok ini tidak dipancang sampai mencapai tanah keras oleh karena lapisan tanah keras letaknya terlalu dalam sehingga pemancangan tiang sampai lapisan tanah keras tersebut tidak mungkin atau sukar pelaksanaannya. Jika kelompok tiang ini dipancang dalam lapisan lempung atau lanau yang kemungkinan harga konusnya sama dengan nol, maka daya dukung kelompok tiang pancang dihitung berdasarkan cleef dan konus. Untuk menghitung daya dukung kelompok tiang atau pile group berdasarkan cleef dan konus ada bebarapa perumusan, antara lain :
1. Berdasarkan Perhitungan Daya Dukung Tanah Direktorat Jenderal Bina Marga Dept. PUTL
a. Tekanan maksimum yang dapat ditahan pada dasar kelompk tiang
b. Perlawanan geser (shear resistance) pada permukaan luar keliling kelompok tiang tersebut. Daya dukung keseimbangannya adalah :
Qt = C . Nc . A   +   2 (B+Y) l . c
Daya dukung kelompok tiang yang diijinkan adalah :
Qpg = Qt/3 = 1/3.(C.Nc.A + 2(B+Y)l.c)
dimana :
Qpg = daya dukung yang diijinkan pada kelompok tiang
Qt = keseimbangan pada kelompok tiang
3 = faktor keamanan
c = kekuatan geser tanah (indrained)
Nc = faktor daya dukung tanah    …. menurut Skempton
A = luas kelompok tiang   B x Y
B = lebar kelompok tiang pancang
Y = panjang kelompok tiang–pancang
l = dalam tiang pancang
Daya dukung kelompok tiang dapat juga dihitung berdasarkan beban yang diijinkan diatas satu tiang .
Qpg = n . Qa
dimana :
Qpg = daya dukung yang diijinkan pada kelompok tiang pancang
n = jumlah tiang pancang
Qa = beban yang diijunkan pada satu tiang pancang

2. Berdasarkan Efisiensi Kelompok Tiang Pancang (Pile Group)
disyaratkan :
s  (1.57d.m.n)/(m + n – 2)
dimana :
s = jarak antara tiang (as–as)
d = diameter tiang pancang
m = banyaknya baris
n = jumlah tiang pancang per baris


Gambar 3.7. Kelompok tiang

Efisiensi satu tiang dalam keompok dapat dihitung sebagai berikut :

Eff. N = 1 -                        
dimana :
 = arc tan d/s   ……. ( Derajat )

    Demikian Penjelasan saya mengenai Jenis-jenis Pondasi Bangunan. Semoga bermanfaat bagi yang membacanya. Syalom, Terimakasih.

CONTOH LAPORAN PENDAHULUAN PERENCANAAN PENANGANAN JALAN

Dalam suatu penanganan jalan, dibutuhkan laporan yang lengkap, utamanya laporan pendahuluan. laporan pendahuluan sangatlah penting dalam sebuah proyek atau pekerjaan karena inilah dimana dijelaskan mengenai dasar-dasar dari sebuah proyek yang akan kita kerjakan. Untuk jelasnya m mengenai laporan pendahuluan sebuah pekerjaan, berikut saya tampilkan sebuah contoh laporan pendahuluan sebuah pekerjaan penanganan jalan yang ada di kabupaten Sarmi, Provinsi Papua.


Provinsi Papua yang terletak di bagian timur nusantara memiliki wilayah daratan dan perairan yang bernilai strategis bagi pertahanan dan keamanan Negara. Selain itu, potensi sumberdaya alam yang tersebar hampir di seluruh wilayah provinsi ini berupa hasil hutan, bahan tambang dan energi, perikanan, lahan pertanian yang luas, panorama alam serta nilai budaya yang beragam, menjadikan provinsi Papua sebagai wilayah strategis bagi perekonomian Negara masa kini dan masa yang akan datang. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat asli Papua, tidak sebanding dengan kekayaan alam yang dimiliki. Ada beberapa faktor yang membentuk kompleksitas persoalan di provinsi Papua antara lain sumberdaya manusia, kondisi geografis, keberpihakan dan perlindungan terhadap masyarakat asli Papua, serta masih minimnya infrastruktur wilayah termasuk infrastruktur jalan dan kualitasnya juga masih jauh dari yang diharapkan.
Dalam rangka penyelesaian persoalan infrastruktur jalan di provinsi Papua, maka Pemerintah terus berupaya membangun ruas-ruas jalan baru dan meningkatkan ruas-ruas jalan yang telah ada guna menghubungkan wilayah-wilayah kabupaten yang ada. Beberapa ruas jalan di provinsi Papua dapat dilihat pada gambar 1-1 berikut.


Gambar 1-1. Peta Ruas Jalan Provinsi Papua hingga akhir tahun 2011

Kabupaten Sarmi merupakan kabupaten pemekaran dari kabupaten Jayapura berdasarkan Undang-undang Nomor 26 tahun 2002 yang dikeluarkan pada tanggal 11 Desember 2002. Selanjutnya pada tahun 2007 kabupaten Sarmi dimekarkan menjadi 2 (dua) kabupaten, yaitu kabupaten Sarmi dan kabupaten Mamberamo Raya. Setelah pemekaran wilayah hingga saat ini, luas wilayah kabupaten Sarmi adalah 17.740 km² yang terdiri dari 10 (sepuluh) distrik yang terbagi menjadi 2 (dua) kelurahan dan 84 (delapan puluh empat) kampung. Wilayah Kabupaten Sarmi berbatasan dengan Samudera Pasifik di sebelah utara,  kabupaten Jayapura di sebelah timur, kabupaten Mamberamo Raya di sebelah barat, serta kabupaten Mamberamo Raya dan kabupaten Tolikara di sebelah selatan. Sebagian besar penduduk Sarmi menggantungkan kebutuhan hidup mereka pada kemurahan alam, hutan menyediakan kebutuhan mereka. Sagu sebagai makanan pokok penduduk tumbuh subur di hampir semua wilayah kabupaten ini. Potensi lahan yang tersedia untuk tanaman bahan pangan dan hortikultura sedemikian luas. Pengembangan komoditas pertanian seperti padi, palawija, dan sayuran masih dalam skala kecil untuk kebutuhan sendiri. Lahan yang sudah diolah dan menghasilkan tanaman bahan pangan terdapat di Distrik Bongo. Hanya di distrik ini padi sudah dapat dituai hasilnya. Demikian juga produksi palawija Kabupaten Sarmi sebagian besar dihasilkan di Bonggo. Komoditas wilayah ini yang berhasil menembus ke pasar luar daerah adalah kakao dan kelapa dalam yang sudah dikeringkan dalam bentuk kopra. Komoditas ini di kirim ke Surabaya dan Makassar. Kelapa tumbuh tidak hanya di daratan Sarmi, tetapi juga disejumlah pulau di kawasan perairan Sarmi. Sarmi memang menjadi satu satunya kabupaten di Papua yang memiliki potensi kelapa rakyat sangat luas menyusul Kabupaten Biak Numfor. Meskipun kelapa ini sebagian besar tumbuh secara alamiah di pesisir pantai, dan sungai-sungai, tumbuhan ini terlihat sangat teratur dan terkesan seperti perkebunan luas. Potensi hutan daerah ini juga sangat menjanjikan. Luas hutan produksi diperkirakan 54.000 hektar.  Kabupaten ini sangat mengharapkan datangnya investor mengingat potensi lahan pertanian, perkebunan, pertambangan dan kelautan yang masih belum diolah. Diketahui bahwa di perut bumi Sarmi terdapat bijih besi yang jika dieksploitasi mampu menghasilkan 60.000 ton pasir besi setiap bulannya. Sementara itu, menurut survei dari Kanada di distrik Pantai Barat, Pantai Timur, dan Mamberamo Hilir terdapat kandungan minyak bumi. Laut yang bersinggungan dengan 6 dari 8 distrik di Sarmi juga menyimpan kekayaan tersendiri. Wilayah sarmi memang terletak di pinggir pantai Samudera Pasifik dan memiliki sejumlah sungai dan danau yang berpotensi menyimpan ikan dan udang. Sebuah gudang pelabuhan pendaratan ikan dan pelabuhan utama pendaratan ikan telah dibangun di Sarmi. Hal ini semakin membuka peluang investasi di sektor perikanan (www.sarmikab.go.id, update Maret 2012).
Untuk menghubungkan ibukota kabupaten Sarmi dengan ibukota provinsi Papua Pemerintah telah membangun jalan dengan panjang jalan 321 km. Ruas jalan tersebut juga menghubungkan ibukota kabupaten Sarmi dengan ibukota kabupaten Jayapura.


Gambar 1-2. Peta Ruas Jalan Jayapura – Sarmi

Jalan Jayapura-Sarmi sebagai prasarana transportasi memegang peranan penting dalam perkembangan wilayah serta keberadaanya memiliki nilai yang sangat strategis, khususnya sebagai urat nadi perekonomian masyarakat di kabupaten Sarmi dan kabupaten Jayapura. Longsoran yang terjadi di beberapa titik sepanjang jalan Jayapura-Sarmi merupakan salah satu faktor yang mengancam keberlangsungan fungsi jalan tersebut. Longsoran tersebut pada umumnya dipicu oleh faktor alam seperti curah hujan yang tinggi, kondisi geologi yang rentan terhadap longsoran serta faktor non alamiah seperti aktivitas penggalian di kaki lereng dan penebangan hutan. Dengan demikian perlu dilakukan upaya upaya untuk menentukan metoda penanganan dan penanggulangan yang efisien dan efektif agar fungsi jalan tetap terjaga sebagaimana mestinya dan terus dapat digunakan oleh masyarakat dengan aman.

  • MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud pengadaan Penyedia jasa konsultasi pekerjaan Perencanaan Penanganan Khusus Jalan Jayapura-Sarmi ini adalah sebagai sebagai berikut :
1. Membantu Satuan Kerja Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional Provinsi Papua, didalam melakukan perencanaan teknis terhadap kegiatan pekerjaan konstruksi di lapangan yang dilaksanakan oleh Penyedia jasa konstruksi (kontraktor), berhubung adanya keterbatasan tenaga Satuan Kerja Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional Provinsi Papua, baik dari segi jumlah maupun dari segi kualitasnya;
2. Meminimalkan kendala-kendala teknis yang sering dihadapi oleh Penyedia jasa konstruksi di lapangan khususnya dalam melaksanakan pekerjaan penanggulangan pada daerah yang berpotensi terjadi longsoran yang tersebar pada ruas jalan Jayapura – Sarmi.
Adapun tujuan dari  Perencanaan Penanganan Khusus Jalan Jayapura-Sarmi ini adalah sebagai berikut :
Merencanakan upaya penanggulangan longsoran yang dapat dilakukan dengan cepat, tepat, dan ekonomis sesuai dengan tipe dan karakteristik longsoran selama umur rencana;
Tersedianya dokumen pelelangan beserta gambar rencana dan spesifikasi teknis.


  • DATA UMUM PROYEK

1. Pemberi Tugas : KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA BALAI BESAR PELAKSANAAN JALAN NASIONAL X SATUAN KERJA NON VERTIKAL TERTENTU (SNVT) PERENCANAAN DAN PENGAWASAN JALAN  NASIONAL PROVINSI PAPUA
2. Kegiatan : Penanganan Khusus Jalan Jayapura-
 Sarmi
3.    Sumber Dana : APBN Tahun Anggaran 2012
4. Konsultan Perencana : PT. SARANA BHUANA JAYA
5. Nomor Kontrak : HK.02.03/KH.JPR-SAR/P2JN-PUA/82/
  2012
6. Tanggal Kontrak : 09 Maret 2012
7. Nilai Kontrak : Rp. 993.000.000,- (Sembilan Ratus
  Sembilan Puluh Tiga Juta Rupiah)
8. Nomor SPMK : IK.02.04/SPMK/KH.JPR-SAR/P2JN-PUA/
  82/2012
9. Tanggal : 12 Maret 2012
10. Masa Layanan : 5 (Lima) Bulan
11. Tanggal Akhir Kegiatan : 08 Agustus 2012
LOKASI KEGIATAN
Kegiatan Penanganan Khusus Jalan Jayapura – Sarmi ini dilakukan pada ruas jalan Nimbokrang – Bonggo – Sarmi mulai dari KM 112 (Nimbontong) hingga KM 321 (Sarmi) dengan sasaran pada daerah-daerah yang berpotensi longsor dan telah longsor. Adapun jumlah lokasi longsoran yang telah diinventarisir sebanyak 7 (tujuh) lokasi, namum jumlah lokasi yang akan ditangani sebanyak 3 (tiga) lokasi, yaitu titik longsoran pada KM 144+750 (T5), KM 146+700 (T6), dan KM 158+600 (T7).
Untuk mencapai lokasi kegiatan dapat menggunakan kendaraan beroda empat maupun kendaraan beroda dua dengan waktu tempuh berkisar 7 – 8 jam dari Kota Jayapura. Kondisi jalan sebagian besar sudah diaspal, dan sebagian lagi berupa jalan perkerasan.
Penyebaran titik-titik longsoran yang telah diinventarisir dan titik-titik yang menjadi sasaran untuk penyelidikan selanjutnya kemudian di desain penanggulangannya dapat dilihat pada gambar 1-3.


Gambar 1-3. Peta Lokasi Kegiatan



  • ORGANISASI PELAKSANA

Organisasi Pelaksana pekerjaan ini disusun berdasarkan keterlibatan personil tenaga ahli dan personil lainnya dalam pekerjaan serta tanggung jawabnya. Secara umum stuktur organisasi pelaksana pekerjaan merupakan pendelegasian tugas dan tanggung jawab sub pekerjaan pada masing-masing tenaga ahli dan secara keseluruhan akan menjadi tanggung jawab Tim Leader/Pemimpin Tim.
Sesuai dengan lingkup pekerjaan dan rencana kerja yang akan diuraikan serta berpedoman kepada Kerangka Acuan Kerja, maka disusunlah kebutuhan tenaga-tenaga Konsultan Perencana untuk pelaksanaan Penanganan Khusus Jalan Jayapura – Sarmi. Struktur Organisasi palaksana pekerjaan Penanganan Khusus Jalan Jayapura – Sarmi dapat dilihat pada gambar 1-4, adapun uraian masing-masing sebagai berikut:

  • TENAGA AHLI

1. Team Leader, ditugaskan 1 (satu) orang selama 5 (lima) bulan;
2. Ahli Bidang Teknik Konstruksi Jalan Raya/Highway Engineer, ditugaskan 1 (satu) orang selama 4 (empat) bulan;
3. Ahli Bidang Teknik Geologi/Geology Engineer, ditugaskan 1 (satu) orang selama 4 (empat) bulan;
4. Ahli Bidang Teknik Geodesi/Geodetic Engineer, ditugaskan 1 (satu) orang selama 4 (empat) bulan;
5. Ahli Bidang Mekanika Tanah dan Bahan/Soil & Material Engineer, ditugaskan 1 (dua) orang selama 4 (empat) bulan;
6. Ahli Bidang Cost Engineer Dokumen and Spec. Engineer, ditugaskan 1 (dua) orang selama 3 (tiga) bulan.

  • TENAGA PENDUKUNG

Dalam rangka mendukung pelaksanaan pekerjaan, akan dilibatkan tenaga pendukung yang terdiri dari:
1. Asisten Ahli Bidang Teknik Konstruksi Jalan Raya/Highway Engineer, ditugaskan 1 (satu) orang selama 4 (empat) bulan;
2. Asisten Ahli Bidang Teknik Geologi/Geology Engineer, ditugaskan 1 (satu) orang selama 3 (tiga) bulan;
3. Asisten Ahli Bidang Teknik Geodesi/Geodetic Engineer, ditugaskan 1 (satu) orang selama 3 (tiga) bulan;
4. Asisten Ahli Bidang Mekanika Tanah dan Bahan/Soil and Material Engineer, ditugaskan 1 (satu) orang selama 3 (tiga) bulan;
5. Asisten Cost. Engineer Doc. & Spec. Engineer, ditugaskan 1 (satu) orang selama 3 (tiga) bulan;
6. Tenaga Surveyor, ditugaskan 2 (dua) orang selama 2 (dua) bulan;
7. Tenaga Draftman/Operator CAD ditugaskan 2 (dua) orang selama 2 (dua) bulan;
8. Tenaga Administrasi 1 (satu orang selama 5 (lima) bulan;
9. Tenaga Operator Komputer 2 (dua) orang selama 5 (lima) bulan.


Gambar 1-4. Struktur Organisasi Pelaksana Kegiatan


  • LINGKUP PEKERJAAN PERENCANAAN

Lingkup kegiatan yang tercakup dalam pekerjaan perencanaan penanganan khusus jalan Jayapura – Sarmi ini antara lain adalah :

Tahap Persiapan Perencanaan dan Survei Identifikasi Awal
Pengambilan data-data kondisi existing untuk mencatat semua kondisi awal lokasi yang direncanakan meliputi kondisi badan jalan, fasilitas yang ada, drainase, vegetasi, serta menginventarisir lokasi-lokasi yang telah longsor dan berpotensi longsor yang tersebar pada ruas jalan.
Tujuan dari kegiatan persiapan dan survei identifikasi ini adalah :
1. Mempersiapkan dan mengumpulkan data awal yang akan digunakan sebagai panduan dalam melaksanakan kegiatan penyelidikan pendahuluan dan penyelidikan detail;
2. Menginventarisir dan mengidentifikasi lokasi-lokasi yang telah dan berpotensi longsor;
3. Menetapkan prioritas lokasi longsor yang akan ditangani.

Tahap Pengumpulan Data Lapangan
Merupakan serangkaian kegiatan lapangan yang dilaksanakan pada lokasi-lokasi prioritas penanganan longsor yang bertujuan untuk memperoleh data dan informasi yang menggambarkan kondisi topografi, kondisi geologi, sifat tanah dan/atau batuan, tipe dan karakteristik longsoran, dan parameter-parameter lainnya yang diperlukan untuk perencanaan konstruksi penanggulangan longsor.
Tahap pengumpulan data lapangan terdiri dari:
1. Penyelidikan pendahuluan;
Dimaksudkan untuk mendapatkan perian atau deskripsi umum daerah longsoran yang mencakup luas daerah yang terlibat, jenis longsoran, kedalaman bidang longsor, penyebab longsoran, dan keaktifannya.
Untuk dapat mencapai maksud tersebut dalam kegiatan penyelidikan pendahuluan dilakukan pekerjaan-pekerjaan yang meliputi pemetaan topografi, pemetaan geologi longsoran, pendugaan geofisika, survey geohidrologi, penggalian sumur dan parit uji, dan pengamatan visual (ciri, jenis longsoran dan penyebabnya).
2. Penyelidikan detail;
Dimaksudkan untuk mendapatkan perian terinci secara kuantitatif data lapangan dan data laboratorium. Perian terinci meliputi hal-hal yang telah tercakup dalam perian umum dilengkapi dengan parameter geoteknik seperti kuat geser, permeabilitas, kandungan mineral, dan sifat fisik lainnya yang akan digunakan dalam analisis dan pemilihan cara penanggulangan.

3. Penyelidikan tambahan;
Apabila hasil perian terinci dinilai masih kurang lengkap maka diperlukan penyelidikan tambahan sesuai dengan keperluannya. Penyelidikan tambahan tersebut meliputi pekerjaan lapangan dan pengujian di laboratorium.
Penyelidikan lapangan dapat terdiri dari pekerjaan pemboran disertai dengan pengambilan contoh tanah, pengujian kekuatan geser tanah di lapangan, pengujian kekuatan dukung tanah atau uji penembusan (SPT dan/atau penyondiran), dan uji kelulusan air. Pengujian di laboratorium bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengetahui sifat teknisnya sesuai dengan acuan yang sudah baku.
Tahap Perhitungan dan Perencanaan Teknis
1. Analisa data lapangan
2. Analisa faktor-faktor penyebab longsor
3. Perhitungan dan perencanaan konstruksi penanggulangan longsor
Tahap penyusunan rencana detail
1. Membuat gambar detail konstruksi
2. Membuat rincian volume pekerjaan dan rencana anggaran biaya (RAB) serta Menyusun dokumen perencanaan
3. Menyusun dokumen pelelangan


  • PELAPORAN

Merupakan serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk merekam semua kegiatan dan hasil yang telah diperoleh dalam kegiatan Perencanaan ini yang diwujudkan dalam dokumen tertulis dan gambar. Sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja Perencanaan Penanganan Khusus Jalan Jayapura – Sarmi, maka dokumen laporan kegiatan terdiri dari Laporan Pendahuluan, Laporan Antara, Konsep Laporan Akhir, Laporan Akhir, dan Laporan Ringkasan Eksekutif.
Laporan Pendahuluan (Inception Report)
Laporan pendahuluan merupakan apresiasi terhadap Kerangka Acuan Kerja kegiatan yang antara lain meliputi latar belakang masalah, maksud dan tujuan, data umum proyek, lokasi kegiatan, ruang lingkup kegiatan, metode atau cara pendekatan, teknik dan prosedur pengumpulan data serta analisis. Pada pelaporan pendahuluan ini dicantumkan juga pentahapan pekerjaan, jadwal rencana kerja dan organisasi pelaksanaan. Laporan ini dibuat dan diserahkan sebanyak 5 (lima) buku dan softcopy dalam bentuk CD.

Laporan Antara (Interim Report)
Laporan antara berisi hasil pengumpulan dan pengolahan data lapangan serta rencana alternatif-alternatif perencanaan teknis yang akan diajukan. Laporan antara dibuat dan diserahkan sebanyak 5 (lima) buku dan softcopy dalam bentuk CD.
Konsep Laporan Akhir (Draft Final report)
Laporan ini berisi konsep detail desain yang rinci tentang penanganan longsor berdasarkan alternatif-alternatif desain yang dipilih dan telah disosialisasikan kepada Penyedia Jasa dan masyarakat. Konsep laporan akhir dibuat dan diserahkan sebanyak 5 (lima) buku dan softcopy dalam bentuk CD.

Laporan Akhir (Final Report)
Setelah Konsep Laporan Akhir selesai didiskusikan dan memperoleh persetujuan dari Penyedia Jasa maka Konsultan diwajibkan membuat Laporan Akhir (Final Report).
Dokumen Laporan Akhir berisi Laporan Perencanaan, Laporan Survey Topografi, Laporan Penyelidikan Tanah, Laporan Survey Hidrologi, Laporan Perkiraan Kuantitas dan Biaya, Dokumen Pelelangan, dan Gambar Rencana.
Laporan Akhir dibuat dan diserahkan sebanyak 5 (lima) buku dan softcopy dalam bentuk CD.

Ringkasan Eksekutif (Executive Summary)
Ringkasan eksekutif dibuat dalam bahasa Indonesia yang isinya menguraikan secara ringkas tentang pekerjaan perencanaan ini mulai dari tahapan survey identifikasi, penyelidikan pendahuluan dan detail, proses analisa, perencanaan teknis hingga kesimpulan dan saran. Laporan ini dibuat dan diserahkan 5 (lima) buku dan softcopy dalam bentuk CD.

Dokumen Lelang
Konsultan akan mempelajari/menggunakan spesifikasi Teknis standar yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga. Apabila dalam spesifikasi Teknis yang tersedia tidak tercakup jenis pekerjaan yang akan dilaksanakan maka Konsultan akan menyiapkan Spesifikasi Khusus yang sesuai dengan pekerjaan.
Dokumen lelang terdiri dari :
1. Jilid Satu : Instruksi Kepada Peserta Lelang
2. Jilid Dua : Syarat-syarat Kontrak
3. Jilid Tiga : Spesifikasi Umum dan Spesifikasi Khusus
4. Jilid Empat : Gambar Rencana dengan ukuran A3
5. Jilid Lima : Daftar Kuantitas dan Biaya
Dokumen tender sebagai salah satu hasil akhir dari perencanaan teknis perlu dipersiapkan dengan betul untuk digunakan pada tender pengadaan jasa kontraktor.
Adapun secara garis besar isi dokumen adalah sebagai berikut :
1. Instruksi Kepada Peserta Lelang
Berisi antara lain :
Instruksi Umum Kepada Perserta Lelang dan Lampirannya.
Bentuk Surat Penawaran dan Lampirannya.
Bentuk Surat Perjanjian (Kontrak).
Contoh bentuk jaminan.
Informasi pelengkap (jika ada).

2. Syarat Kontrak
Berisi antara lain :
Syarat Umum Kontrak dan Syarat Khusus Kontrak

3. Spesifikasi Umum dan Spesifikasi Khusus
Spesifikasi Umum dibuat dengan menyesuaikan jenis pekerjaan yang akan dilelangkan. Dan Spesifikasi Khusus berisi tambahan spesifikasi pekerjaan yang tidak terdapat pada Spesifikasi Umum.
4. Gambar Rencana
Memuat antara lain plan, profile, cross section, typical cross section, gambar bangunan pelengkap, drainase, rambu jalan, marka jalan, gambar-gambar detail, gambar struktur dan sebagainya.
5. Daftar Kuantitas Memuat daftar kuantitas dan satuannya, berisi perkiraan kuantitas masing-masing item pekerjaan.


Presentasi (Expose)
Selain membuat laporan kegiatan, Penyedia Jasa diwajibkan memberikan penjelasan atau gambaran kepada Pengguna Jasa tentang prestasi pekerjaan yang akan / telah dicapai melalui presentasi / expose yang dilakukan sebanyak 3 (tiga) sesi , yaitu:
Sesi pertama dilaksanakan pada tahap pendahuluan pekerjaan perencanaan;
Sesi kedua dilaksanakan pada tahap sejauh mana implementasi perencanaan yang telah dilakukan;
Sesi ketiga dilaksanakan untuk menjelaskan hasil akhir dari pekerjaan.

Demikianlah contoh laporan pendahuluan sebuah pekerjaan penanganan jalan. Semoga bermanfaat, Syalom.