1. DEFENISI JEMBATAN
Jika didefenisikan, Jembatan adalah suatu konstruksi yang gunanya untuk meneruskan jalan melalui suatu rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain (jalan air atau jalan lalulintas biasa). Dengan adanya jembatan transportasi darat yang terputus oleh sungai, jurang, alur banjir (floodway) dapat teratasi.
Untuk memperlancar transportasi darat tidak lepas dari pengaruh topografi dari masing – masing daerah, dimana akan mempengaruhi terwujudnya sarana transportasi. Usaha pengadaan jalur – jalur lalu lintas yang menghubungkan antar daerah belum tentu dapat dibuat jalur jalan secara menerus, mungkin harus menyilang diatas jalur jalan yang lain atau harus melintasi sungai. Untuk mengatasi problema lalu lintas tersebut diatas perlu dibuat konstruksi jembatan guna menghubungkan antar jalur jalan. Dengan adanya konstruksi jembatan, maka rintangan akibat pengaruh topografi / geografi dapat diatasi
Desain Jembatan yang di rencanakan berupa jembatan dengan konstruksi baja dengan bentang 30 m. 2. JEMBATAN SECARA UMUM
Jembatan merupakan kesatuan dari struktur atas (super struktur) dan struktur bawah (sub struktur), yang termasuk bagian suatu sistem transportasi untuk tiga hal:
1. Merupakan pengontrol kapasitas dari system.
2. Mempunyai biaya tertinggi dari system.
3. Jika jembatan runtuh, system akan lumpuh.
Jika jembatan kurang lebar untuk menampung jumlah jalur yang diperlukan oleh lalu lintas, maka jembatan akan menghambat lalu lintas. Dalam hal ini, jembatan akan menjadi pengontrol volume dan berat lalu lintas yang dapat dilayani oleh system transportasi. Oleh karena itu, jembatan dapat mempunyai fungsi keseimbangan (balancing) dari sistem transportasi darat.
Jembatan terdiri dari beberapa jenis diantaranya: jembatan plat beton (slab), jembatan gelagar/ rangka baja, jembatan pratekan/prategang, jembatan cable, jembatan kayu dan jembatan bambu.
Fungsi jembatan adalah untuk meneruskan jalan (lalu lintas kendaraan) yang mengalami jalan terputus akibat permukaan yang lebih rendah dan curam tanpa menutupnya, atau dengan kata lain sebagai alat penyeberangan antara dua tempat yang terpisah.
2.1 Bagian-Bagian Dari Kontruksi Jembatan
Bagain-bagian dari suatu jembatan terbagi dalam tiga bagian, yaitu:
2.1.1 Bangunan Atas (super struktur), yang terdiri atas:
- · Gelagar-gelagar utama (rangka utama), yang terbentang dari titik tumpu ke titik tumpu lain. Gelagar-gelagar ini terdiri dari batang diagonal, horizontal dan vertical yang membentuk rangka utama dan terletak pada kedua sisi jembatan.
- Gelagar melintang, berupa baja profil yang terletak di bawah lantai kendaraan, gunanya sebagai pemikul lantai kendaraan.
- Lantai kendaraan, terletak di atas gelagar melintang, biasanya terbuat dari kayu atau pasangan beton bertulang dan seluruh lebar bagiannya digunakan untuk lalulintas kendaraan.
- Lantai trotoar, terletak di pinggir sepanjang lantai kendaraan dan digunakan sebagai tempat pejalan kaki.
- Pipa sandaran, terbuat dari baja yang dipasang diantara tiang-tiang sandaran di pinggir sepanjang jembatan atau tepi lantai trotoar dan merupakan pembatas dari kedua sisi samping jembatan.
- Tinang sandaran, terbuat dari beton bertulang atau baja profil dan ada juga yang langsung dipasang pada rangka utama, gunanya untuk menahan pipa sandaran.
2.1.2 Bangunan bawah (sub structure), yang terdiri dari:
- Pilar, berfungsi untuk menyalurkan gaya-gaya vertical dan horizontal dari bangunan atas pada pondasi.
- Pangkal (abutment), pangkal menyalurkan gaya vertical dan horizontal dari bangunan atas pada pondasi dengan fungsi tambahan untuk mengadakan peralihan tumpuan dari timbunan jalan pendekat ke bangunan atas jembatan. Ada beberapa tipe dan jenis abutment, yaitu:
- Tipe gravitasi, kontruksi terbuat dari pasangan batu kali. Digunakan bila tanah keras dekat dengan permukaan.
- Tipe T terbalik (kantilever), kontruksi terbuat dari beton bertulang, bentuknya langsing sehingga dalam proses pembuatannya sangat mudah dari pada tipe-tipe yang lain.
- Tipe dengan penopang, bentuknya kontruksinya sama dengan tipe kantilever tetapi ditambahkan penopang dibelakangnya, yang berguna untuk melawan pengaruh tekanan tanah dan gaya angkat (bouyvancy).
2.2 Pembebanan pada Jembatan .
Dalam perencanaan struktur jemabatan secara umum, khususnya jembatan komposit, hal yang perlu sekali diperhatikan adalah masalah pembebanan yang akan bekerja pada struktur jembatan yang dibuat. Menurut pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya (PPPJJR No 378/1987) dan PMJJR No 12/1970 membagi pembebanan jembatan dalam dua kelas, yaitu:
Kelas | Berat Beton |
A B | 10 8 |
Table 2.1 Kelas tekan as gandar (PMJJR No.12/1970)
Ada beberapa macam pembebanan yang bekerja pada struktur jembatan, yaitu:
2.2.1 Beban Primer
Beban primer merupakan beban utama dalam perhitungan tegangan pada setiap perencanaan jembatan, yang terdiri dari: beban mati, beban hidup, beban kejut dan gaya akibat tekanan tanah.
- Beban mati
Beban mati adalah beban yang berasal dari berat jembatan itu sendiri yang ditinjau dan termaksud segala unsur tambahan tetap yang merupakan satu kesatuan dengan jembatan. Untuk menemukan besar seluruhnya ditentukan berdasarkan berat volume beban.
- Beban hidup
Beban hidup adalah semua beban yang berasal dari berat kendaraan-kendaraan yang bergerak dan pejalan kaki yang dianggap bekerja pada jembatan. Penggunaan beban hidup di atas jembatan yang harus ditinjau dalam dua macam beban yaitu beban “T” yang merupakan beban terpusat untuk lantai kendaraan dan beban “D” yang merupakan beban jalur untuk gelagar.
Gambar 2.1 beban “D”
Untuk perhitungan gelagar harus dipergunakan beban “D” atau beban jalur. Beban jalur adalah susunan beban pada setiap jalur lalulintas yang terdiri dari beban yang terbagi beban rata sebesar “q” ton/m panjang perjalur dan beban garis “p” ton perjalur lalulintas. Untuk menentukan beban “D” digunakan lebar jalan 5,5 m, maka jumlah jalur lalulintas sebagai berikut:
Gambar 2.2 ketentuan penggunaan beban “D”
Table 2.2 jumlah jalur lalulintas
Lebar lantai kendaraan (m) | Jumlah jalur lalulintas |
5,50 – 8,25 m 8,25 – 11,25 m 11,25 – 15,00 m 15,00 – 18,75 m 18,75 – 32,50 m | 2 3 4 5 6 |
(PPPJJR No. 378/KPTS/1987)
Untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan sama atau lebih kecil dari 5,50 m makan beban “D” sepenuhnya (100%) dibebankan pada seluruh lebar jembatan dan kelebihan lebar jembatan dari 5,5 m mendapat separuh beban “D” (50%). Jalur lalulintas ini mempunyai lebar minimum 2,75 m dan lebar maksimum 3,75 m. Beban “T” adalah beban kendaraan Truck yang mempunyai beban roda 10 ton (10.000 Kg) dengan ukuran-ukuran serta kedudukan dalam meter, seperti tertera pada gambar 2.3 untuk perhitungan pada lantai kendaraan jembatan digunakan beban “T” yaitu merupakan beban pusat dari kendaraan truck dengan beban roda ganda (dual wheel load) sebesar 10 ton
Gambar 2.3 beban “T” bekerja pada lantai kendaraan
Dimana beban garis P= 12 ton sedangkan beban q ditentukan dengan ketentuan sebagai berikut:
Q= 2,2 t/m untuk L<30 m="" span="">30>
Q= 2,2t/m – (11/60)x(L-30) t/m untuk 30>L< …..[2-1]
Q= 1,1x(1+(30/L))t/m untuk L>60m
Dimana L adalah panjang bentangan gelagar utama (m) untuk menentukan beban hidup, beban terbagi rata (t/m/jalur) dan beban garis (t/jalur) dan perlu diperhatikan ketentuan bawah.
Beban terbagi merata = Q ton/meter………................[2-2]
2,75 m
Beban garis = Q ton ......................................[2-3]
2,75 m
Angka pembagi 2,75 meter diatas selalu tetap dan tidak tergantung pada lebar jalur lalulintas. Dalam perhitungan beban hidup tidak penuh, maka digunakan:
- Jembatan permanen= 100% beban “D” dan “T”.
- Jembatan semi permanen= 70% beban “D” dan “T”.
- Jembatan sementara= 50% “D” dan “T”.
Dengan menggunakan beban “D” untuk suatu jembatan berlaku ketentuan ini.
- Beban kejutan/Sentuh
Beban kejut merupakan factor untuk memperhitungkan pengaruh-pengaruh getaran dan pengaruh dinamis lainnya. Koefesien kejut ditentukan dengan rumus:
K= 1+ ……………………………………………….[2-4]
Dimana: K= koefesien kejut
L= panjang/ bentang jembatan
2.2.2 Beban Sekunder
Beban sekunder adalah beban yang merupakan beban sementara yang selalu diperhitungkan dalam penghitungan tegangan pada setiap perencanaan jembatan.
- Beban Angin
Dalam perencanaan jembatan rangka batang, beban angin lateral diasumsikan terjadi pada dua bidang yaitu:
- Beban angin pada rangka utama. Beban angin ini dipikul oleh ikatan angin atas dan ikatan angin bawah.
- Beban angin pada bidang kendaraan. Beban angin ini dipikul oleh ikatan angin bawah saja. Dalam perencanaan untuk jembatan terbuka, beban angin yang terjadi dipikul semua oleh ikatan angin bawah.
- Gaya Akibat Perbedaan Suhu
Perbedaan suhu harus ditetapkan sesuai dengan keadaan setempat yaitu dengan perbedaan suhu.
a. Bangunan Baja
- Perbedaan suhu maksimum-minimum= 300C
- Perbedaan suhu antara bagian-bagian jembatan= 150C
b. Bangunan Beton
- Perbedaan suhu maksimum-minimum= 150C
- Perbedaan suhu antara bagian-bagian jembatan=100C
Dan juga tergantung pada koefisien muai panjang bahan yang dipakai misalnya:
- Baja ε =12x10-6/0C
- Beton ε =10x10-6/0C
- Kayu ε =5x10-6/0C
c. Gaya Rangkak dan Susut
Diambil senilai dengan gaya akibat turunnya suhu sebesar 150C
d. Gaya Rem dan Traksi
Pengaruh ini diperhitungkan dengan gaya rem sebesar 5% dari beban “D” tanpa koefisien kejut. Gaya re mini bekerja horizontal dalam arah jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,80 m dari permukaan lantai jembatan.
- Gaya Akibat Gempa Bumi
Bekerja kea rah horizontal pada titik berat kontruksi.
KS = E x G ……………………………………………[1-5]
Dimana:
KS = koenfisien gaya horizontal (%)
G = beban mati (berat sendiri) dari kontruksi yang ditinjau.
E = koefisien gempa bumi ditentukan berdasarkan peta zona gempa dan biasanya diambil 100% dari berat kontruksi.
- Gaya Gesekan Pada Tumpuan Bergerak
Ditinjau hanya beban mati (ton). Koefisien gesek karet dengan baja atau beton= 0,10 sampai dengan 0,15.
2.2.3 Beban Khusus
Beban khusus yaitu beban-beban yang khususnya bekerja atau berpengaruh terhadap suatu struktur jembatan. Misalnya: gaya sentirfugal, gaya gesekan pada tumpuan, beban selama pelaksanaan pekerjaan struktur jembatan, gaya akibat tumbukan benda-benda yang hanyut dibawa oleh aliran sungai.
- Gaya sentrifugal
Konstruksi yang ada pada tikungan harus diperhitungkan gaya horizontal radial yang dianggap bekerja horizontal setinggi 1,80 m di atas lantai kendaraan dan dinyatakan dalam % terhadap beban “D” dengan rumus sebagai berikut:
……………………………………[2-6]
Dimana:
S= gaya sentrifugal (%) terhadap beban “D” tanpa factor kejut.
V= kecepatan rencana (km/jam).
R= jari-jari tikungan (m).
- Gaya Gesekan pada Tumpuan
Gaya gesekkan ditinjau hanya timbul akibat beban mati (ton). Sedangkan besarnya ditentukan berdasarkan koefisien gesekan pada tumpuan yang bersangkutan dengan nilai:
a. Tumpuan rol
- Dengan 1 atau 2 rol :0,01
- Dengan 3 atau lebih :0,05
b. Tumpuan gesekan
- Antara tembaga dengan campuran tembaga keras =0,15
- Antara baja dengan baja atau baja tuang =0,25
- Gaya Tumbukkan pada Jembatan Layang
Untuk memperhitungkan gaya akibat antara pier (bangunan penunjang jembatan diantara kedua kepala jembatan) dan kendaraan, dapat dipikul salah satu dan kedau gaya-gaya tumbukkan horizontal:
- Pada jurusan arah lalulintas sebesar………………..100 ton
- Pada jurusan tegak lurus arah lalulintas……………50 ton
- Beban dan Gaya selama pelaksanaan
Gaya yang bekerja selama pelaksanaan harus ditinjau berdasarkan syarat-syarat pelaksanaan.
- Gaya Akibat Aliran Air dan Benda-benda Hanyut
Tekanan aliran pada suatu pilar dapat dihitung dengan rumus:
P=KxV2………………………………………………....[2-7]
Dimana:
P= tekanan aliran air (t/m2)
V= Kecepatan aliran air (m/det)
K= koefisien yang bergantung pada bentuk pier
2.2.4 Kombinasi Pembebanan
Kontruksi jembatan beserta bagian-bagiannya harus ditinjau dari kombinasi pembebanan dan gaya yang mungkin bekerja. Sesuai dengan sifat-sifat serta kemungkinan-kemungkinan pada setiap beban, tegangan yang digunakan dalam kekuatan pemeriksaan kontruksi yang bersangkutan dinaikkan terhadap tegangan yang diizinkan sesuai dengan elastis. Tegangan yang digunakan dinyatakan dalam proses terhadap tegangan yang diizinkan sesuai kobinasi pembebanan dan gaya pada table 2.3 berikut ini:
Kombinasi Pembebanan dan Gaya | Tegangan yang digunakan dlm proses terhadap tegangan izin keadaan elastis |
I. M+(11+k)+Ta+Tu II. M+Ta+Ah+Gg+A+SR+Tm III. Kombinasi(1)+Rm+Gg+A+SR+Tm+S IV. M+Gh+Tag+Gg+Ahg+Tu V. M+PI VI. M+(H+K)+Ta+S+Tb | 100% 125% 140% 150% 130% 150% |
(PPPJJR No 378/KPTS/1987)
Dimana:
A : beban angin
Ah : gaya akibat aliran dan hanyutan
Ahg : gaya akibat aliran dan hanyutan pada waktu gempa
Gg : gaya gesek pada tumpuan bergerak
Gh : gaya horizontal ekivalen akibat gempa bumi
(H+K) : beban hidup dengan kejut
M : beban mati
P1 : gaya-gaya pada waktu pelaksanaan
Rm : gaya rem
S : gaya sentrifugal
SR : gaya akibat perubahan suhu(selain susut dan rangkak)
Ta : gaya tekanan tanah
Tag : gaya tekanan tanah akibat gempa
Tb : gaya tumbukkan
Tu : gaya angkat (buoyancy)
2.3 Konsep Dasar Jembatan Komposit
Struktur jembatan komposit merupakan gabungan antara dua bahan, yaitu struktur beton (beton bertulang) dan struktur baja. Kedua bahan ini digabungkan menjadi satu kesatuan yang utuh.
2.3.1 Struktur Beton Bertulang
Beton bertulang adalah gabungan logis dari dua jenis bahan beton polos, yang memiliki kekuatan tekan yang tinggi akan tetapi kekuatan tariknya rendah dan batangan-batangan baja yang di tanamkan di dalam beton dapat memberikan kekuatan tarik yang diperlukan. Baja dan beton dapat bekerjasama atas dasar beberapa alasan:
- Lekantan (bond) yang mencegah selip (slip) dari baja relativ tehadap beton.
- Campuran beton yang memadai memberi anti resap yang cukup untuk mencegah karat baja.
- Angka kecepatan mulai yang hampir serupa.
sistem struktur yang di bangun dengan beton bertulang seperti bangunan gedung, terowongan, jembatan, dinding penahan tanah dll. Di rencanakan dengan prinsip dasar desain elemen beton bertulang yang menerima gaya aksial, momen, gaya geser, momen puntir atau kombinasi dari gaya-gaya tersebut.
2.3.2 Kuat Beton terhadap Gaya Tekan
Kekuatan tekan beton ditentukan oleh pengaturan dari perbandingan semen, agregat kasar dan halus, air dan berbagai jenis campuran. Perbandingan dari air dan semen merupakan factor utama dalam menentukan kekuatan beton. Nilai kuat beton yang normal ditentukan pada saat beton mencapai kekuatan maksimumnya pada umur 28 hari.
2.4.3 Kuat Beton terhadap Gaya Tarik
Nilai kuat tekan dan tarik bahan beton tidak berbanding lurus, setiap usaha perbaikkan mutu kekuatan tekan hanya disertai peningkatan kecil nilai kuat tariknya. Suatu perkiraan kasar dapat dipakai, bahwa nilai kuat tarik bahan beton normal hanya berkisar antara 9%-15% dari kuat tekannya. Kekuatan tarik beton sering kali diukur berdasarkan modulus tarik, yaitu tegangan tarik lentur dari beton silinder 150 mm dan panjangnya 300 mm, nilai tarik ini lebih besar dari nilai kuat tarik sesungguhnya. Tetapi saat ini lebih sering ditentukan oleh kekuatan belah silinder, SK SNI T-15-1991-03 pasal 3.2.5 menetapkan modulus tarik beton Fr yang berlaku. Fr =0,7 untuk beton normal. Dengan fr dan f’c dalam Mpa. Harga fr ini harus dikalikan factor 0,75 untuk beton ringan total dan 0,85 untuk beton ringan berpasir.
2.3.4 Rangkak dan Susut
Rangkak adalah sifat beton yang mengalami perubahan bentuk (deformasi) permanen akibat beban tetap yang bekerja padanya. Tangkak timbul dengan intesitas yang semakin berkurang untuk selang waktu tertentu dan kemungkinan berakhir setelah beberapa tahun berjalan. Pada umumnya beton dengan mutu tinggi mempunyai nilai rangkak yang lebih kecil disbanding dengan beton yang mutunya rendah. Besarnya deformasi rangkak sebanding dengan besarnya beban yang ditahan dan juga jangka waktu pembebanan. Pada umumnya rangkak tidak berdampak langsung terhadap kekuatan struktur tetapi akan mengakibatkan timbulnya redistribusi tegangan pada beban kerja dan kemudian mengakibatkan terjadinya peningkatan lendutan (defleksi).
2.3.5 Modulus Elastis Beton
Selama bertahun-tahun modulus elastisitas didekati dengan harga 1000 f’c oleh peraturan ACI, akan tetapi dengan semakin berkembangnya penggunaan beton normal/ringan yang maju pesat maka dipandang perlu untuk menyertakan kerapatan (denciti) SK SNI T-15-1991-03 pasal 3.1.5 dengan menggunakan rumus modulus elastisitas beton sebagi berikut:
Ec = 0,043 Wc
Dimana:
Ec : modulus elastisitas beton (Mpa)
Wc : berisi beton tekan (Mpa)
F’c : kuat tekan beton (Mpa)
Untuk beton normal dengan berat isi ±23 kN/m2Ec boleh diambil sebesar 4700* . Karena mengingat nilai banding elastisitas (n) disamping sifat-sifat penampang merupakan nilai-nilai yang berpengaruh terhadap posisi atau letak garis netral maka dalam menghitung tegangan-tegangan kerja, perlu diketahui nilai rasio modulus elastisitas lebih penting, sesuai SK SNI T-15-1991. Pasal 3.15.5, yaitu dengan rumus sbb:
n= …………………………...................................................[2-8]
dimana:
N= rasio
Es= modulus elastisitas baja
Ec= modulus elastisitas beton
Dapat dikatakan sebagai angka pembulatan terdekat tetapi tidak boleh kurang dari 6 kecuali untuk perhitungan lendutan nilai “n” untuk beton ringan diambil sama dengan beton normal bagi kelas kuat beton yang sama.
2.4 Struktur Baja
2.4.1 Konsep Dasar Struktur Baja
Dalam perencanaan pada umumnya diharapkan bahwa struktur dan batang-batang struktur harus memiliki kekuatan yang cukup, seperti kekakuan dan ketahanan yang cukup sehingga dapat berfungsi selama umur layanan dari struktru tersebut. Desain harus menyediakan cadangan kekuatan di atas yang diperlukan untuk menanggung beban layanan, yakni struktur harus memiliki sediaan terhadap kemungkinan kelebihan beban. Hal ini dapat terjadi akibat perubahan fungsi struktur.
Disamping itu, harus ada sediaan terhadap kemungkinan kekuatan material yang lebih rendah. Penyimpanan dalam dimensi penampang, meskipun dalam batas toleransi yang masih dapat diterima, dapat mengakibatkan suatu penampang memiliki kekuatan yang lebih rendah ketimbang dari yang telah diperhitungkan.
Material (baja untuk elemen batang, baut dan las) mungkin saja memiliki kekuatan yang lebih kecil daripada yang digunakan dalam perhitungan desain. Suatu profil baja mungkin saja memiliki tegangan leleh di bawah harga minimum yang dispesifikasikan, namun masih berada dalam batas-batas yang secara stastik masih dapat diterima. Secara singkat, desain struktural harus memberikan keamanan yang cukup baik terhadap kemungkinan kelebihan beban (over load) atau kurang kekuatan (understrenght).
2.4.2 JENIS JENIS STRUKTUR BAJA
- Standart amerika
jenis profil baja yang terdapat pada American institute of steel construksion (aisc ) adalah sebagai berikut:
a. W shape (wide flange )
Bentuk W ne sangat efisien dalam memikul lentur karena flensnya lebar dan tebal. Badannya adalah tipis, sehingga perbandingan momen inersia dan betat profilnya besar.
b. M shape (miseellancous shape)
Bentuk penampang adalah 1 tetapi flensnya tidak lebar, contohnya: M 8 x 28 artinya tinggi profilnya 18 inch dengan berat 97 lb/ft.
c. S Shape (American Standard Bean)
Pada profil ini, flens agak sebelah dalam agak miring kearah badan dan web lebih tebal.
d. Bentuk HP (Bearing Pile Shape)
Umum digunakan untuk tiang pancang.
h≈br
t≈tr
e. Chanel C (American Standard Chanel)
Profil ini sering dipakai baik secara tersendiri ataupun digabungkan dengan penampang lain.
f. Angle (siku L)
Contoh: L 9 x 4 x
Artinya:
Tinggi salah satu kaki = 9 inch
Tinggi kaki lainnya = 4 inch
Tebal keduanya = 0,5 inch
g. Bentuk T
Profil ini dibuat dengan membelah dua profil sayap lebar atau balok 1 dan biasanya digunakan sebagai batang pada rangka batang. Profil T, misalnya diindentifikasikan sebagai WT5 x 44, yang artinya: profil ini dibuat dengan memotong profil W 10 x 88, dengan 5 adalah tinggi nominal dan 44 adalah berat per kaki.
h. Steel Pipa (pipa baja)
- Standar Jerman
a. Profil INP
Profil ini dapat dilihat pada table baja. Flens sebelah dalam agak miring kearah badan, sehingga profil ini identik dengan profil bentuk S (Standar Amerika)
b. Profil DiN atau Diefferdange normal, merupakan balok flens sejajar Differdinger.
c. Profil DiE atau diefferdange Economique
d. Profil DiR atau diefferdange Renforce
e. Profil DiL atau diefferdange Leger
Keempat profil di atas dilihat pada daftar-daftar baja karangan Bustran dan Z. Lambri, sebagai perbedaan dari profil DiN, DiR, DiE dan DiL tersebut adalah sebagai berikut:
Keterangan | DiN 100 | DiR 100 | DiE 100 | DiL 100 |
H | 100 mm | 112 mm | 94 mm | 100 mm |
br | 100 mm | 104 mm | 99 mm | 100 mm |
tw | 6,5 mm | 10 mm | 5 mm | 5 mm |
tr | 11 mm | 17 mm | 8 mm | 11 mm |
Table 1.1 Perbedaan dimensi Profil DiN, DiR,DiE dan DiL.
f. Profil UNP
Misalkan untuk profil L 40
Artinya:
Tinggi profil = 400 mm
Lebar flens = 110 mm
Lebar badan = 14 mm
Tebal flens = 18 mm
g. Profil siku sama kaki
Misalkan untuk profil L 50 x 50 x 5
Artinya tinggi kedua kaki masing-masing 50 mm, dengan tebal kedua kakinya adalah 5 mm.
h. Profil siku tak sama kaki
Misalkan untuk profil L 30 x 20 x 3
Artinya:
Tinggi kaki yang satu = 30 mm
Tinggi kaki yang lain = 20 mm
Tebal kedua kakinya = 5 mm
i. Profil T
Contoh profil T 20
Tinggi profil = 20 mm
Lebar flens = 20 mm
Tebal badan = 3 mm
Tebal flens = 3 mm
2.4.3 Sifat-sifat bahan baja
Bahan baja memiliki dua sifat penting yaitu: sifat elastis dan plastis, adapun kedua sifat ini dapat diartikan sebegai berikut:
- Sifat elastic adalah sifat bahan yang akan berubah bentuk jika mendapat pengaruh beban dan akan kembali ke bentuk semula jika bahan tersebut ditiadakan.
- Sifat plastis adalah sifat bahan yang akibat beban yang bekerja bahan akan berubah bentuk dan tidak akan kembali ke bentuk semula (permanen) meskipun beban tersebut sudah ditiadakan.
Sifat baja yang lain adalah mekanis, yang dinyatakan melalui konstanta-konstanta berikut:
- Modulus elastisitas: E = 2,1 x 106 kg/ cm2
- Modulus gelincir: G = 0,81 x 106 kg/cm2
- Angka perbandingan poisson: µ = 0,30
- Koefisien pemuaian linear: α = 12 x 10-6 per 0C
2.4.4 Standar untuk perencanaan struktur baja
Adapun standar yang biasa digunakan dalam perencanaan struktur baja adalah sebagai berikut:
- PPBBI : Peraturan Bangunan Baja Indonesia
- TGB 1972 Staal :Technische Grandslagen Voor de Berekening VanBouw Contructies
- AISC : American Institute of Steel Construction
- AISI : American Iron and Steel Contruction
- AASHHTO : American Assciation of State higway and Transportation Officials
- ASTM : American Society for Testing and Materials
- JIS : Japan Industrial Standars
- DIN : Deutch Industries Narmen
- AIJ : architectural Institute of Japan
- BS449 : British Standard 449
2.4.5 Tegangan-tegangan Baja menurut PBBI’ 83
Untuk dasar perhitungan tegangan-tegangan dizinkan pada suatu kondisi pembebanan tertentu, dipakai pembebanan dasar yang besarnnya dihitung dengan persamaan sebagai berikutf:
σ= , dimana 1,5 merupakan factor keamanan pada berbagai mutu baja.
2.5 Perencanaan Plat Lantai Jembatan (Erection)
Plat atau slab adalah elemen bidang tipis yang menahan beban-beban transversal melalui aksi lentur ke masing-masing tumpuan. Saat ini, plat beton bertulang merupakan suatu sistem lantai yang dipakai sebagian besar bangunan. Bentuknya bervariasi, tidak hanya berupa panel segiempat. Ada dua macam plat yaitu plat satu arah dan plat dua arah.
2.5.1 Plat Lantai Satu Arah
Plat satu arah adalah plat yang mempunyai perbandingan ly/lx≥ 2. Di dalam desain ataupun analisis, satu satuan lajur plat yang membentang diantara kedua tumpuan dapat dianggap sebagai suatu balok dengan lebar satu satuan dan tinggi “h” sesuai dengan tebal plat. Analisisnya seperti analisis pada balok. Pembebanan disesuaikan menjadi beban per satuan panjang dari jalur plat dan dengan demikian gaya momen yang timbul merupakan gaya perlebar satuan plat.
Pada SNI 03-2847-2002 pasal 10.3 ayat 3, mengizinkan untuk menggunakan distribusi gaya dengan syarat sebagai berikut:
- Jumlah minimum bentang yang ada haruslah dua
- Memiliki panjang-panjang bentang yang tidak terlalu berbeda dengan rasio panjang bentang terbesar terhadap panjang terpendek dari dua bentang yang bersebelahan tidak lebih dari 1,2.
- Beban yang bekerja merupakan beban yang terbagi rata
- Beban hidup persatuan panjang tidak melebihi tiga kali beban mati persatuan panjang
- Komponen struktur adalah prismatis.
2.5.2 Plat Lantai Dua Arah
Plat dua arah adalah sistim lantai yang memiliki perbandingan ly/lx ≤ 2. Ada empat metode dasar untuk menganalisis pelat dua arah ini, yang termuat di dalam peraturan-peraturan standar yaitu metode koefisien momen, metode desain langsung (direct design method), metode portal ekuivalen (equivalent frame method) dan metode garis leleh (yield line method). Yang digunakan metode koefisien momen.
2.6 Perencanaan Abutmen
Abutmen merupakan salah satu unsure dari suatu jembatan secara keseluruhan. Dalam perhitungan abutmen menggunakan metode keseimbangan.
2.7 Perencanaan Elastomer
Fungsi perletakan adalah untuk memikul beban vertical sebagai penyerap getaran. Pada bagian batas kelayakan perletakan harus direncanakan untuk menjamin bahwa tidak mengalami kerusakan yang akan mempengaruhi fungsi yang diharapkan atau menyebabkan biaya pemeliharaan terlalu besar selama umur rencana.
2.7.1 Ukuran dan Penggunaan
Bantalan elastomer di produksi dalam dua jenis yang mampu untuk memenuhi berbagai pembebanan.
Jenis | Ukuran Cm | Pembebanan Maksimum | Gerakan Data Maksimum | |
Vertikal | Horisontal | |||
A B | 20 x 20 x 1.5 ± 0.1 20 x 30 x 1.5 ± 0.1 | 40 T 72 T | 5.6 T 8.4 T | 12 m 12 m |
Demikianlah informasi dari saya mengenai JEMBATAN DAN BAGIAN-BAGIANNYA semoga dapat bermanfaat.Terimakasih.
Baca Juga Artikel mengenai PARAMETER YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM MERENCANAKAN JEMBATAN
No comments:
Post a Comment