Follow Me

Instagram

TINJAUAN UMUM (KONDISI GEOGRAFI, TOPOGRAFI, GEOLOGI REGIONAL, KEGEMPAAN (EARTH QUAKE) DAN IKLIM) LOKASI PROYEK

            Bagian ini merupakan laporan lanjutan dari suatu Laporan Antara suatu proyek atau pekerjaan penanganan Jalan. Kalau sebelumnya kita belajar mengenai
Laporan Antara Pendahuluan, kini kita akan mempelajari Contoh Lanjutan dari Laporan Antara yakni Tinjauan Umum dimana kita akan menjelaskan mengenai Kondisi Geografi, Topografi dan iklim. selain itu ada juga Kondisi Geologi regional dan Kegempaan. Untuk lebih jelasnya silahkan lanjutkan baca di bawah ini. Selamat membaca!
  •                KONDISI GEOGRAFI, TOPOGRAFI, DAN IKLIM


            Secara geografis lokasi kegiatan terletak pada koordinat 138°05’ - 140°30’ bujur timur dan 1°35’ – 3°35’ lintang selatan, dengan arah relatif memanjang Timur - Barat. Lebih dari setengah lokasi kegiatan (±72,3%) berada pada morfologi dataran pantai dan rawa dengan ketinggian <50 150="" 50="" antara="" atas="" berada="" bergelombang="" bonggo="" dan="" dengan="" di="" distrik="" guay="" ketinggian="" laut="" m="" meter="" morfologi="" o:p="" pada="" perbukitan="" permukaan="" sarmi.="" sarmi="" sedangkan="" timur.="" timur="" unurum="" wilayah="" yaitu="">
           Keadaan iklim Kabupaten Sarmi Tahun 2011 berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Wilayah V Jayapura menunjukkan bahwa temperatur rata-rata berkisar 21,9ºC sampai dengan 32,7ºC. Kelembaban udara mencapai 85,3% dengan curah hujan rata-rata 145/14 CC/HH (Curah Hujan/Hari Hujan).

Gambar 2-1. Peta terrain lokasi kegiatan
(Sumber peta : SRTM Papua, 2011)



Gambar 2-2. Peta kontur topografi kabupaten Sarmi dan sekitarnya
(Sumber peta : DITTOP TNI-AD, 2011)

  •                 KONDISI GEOLOGI REGIONAL


                1. Geomorfologi Regional
            Lokasi kegiatan sebagian besar (± 85%) berada pada wilayah kabupaten Sarmi, sedangkan hanya ± 15% berada pada wilayah kabupaten Jayapura.
Morfologi kabupaten Sarmi dan sekitarnya tersusun oleh morfologi dataran rawa dan pantai, morfologi dataran alluvial, morfologi perbukitan, dan morfologi pegunungan.
Morfologi dataran pantai dan rawa menempati ± 15% dari luas wilayah kabupaten Sarmi  dengan relief datar hingga miring landai dan memiliki elevasi berkisar antara 0 – 15 meter diatas permukaan laut (dpl). Pantai-pantai di wilayah Sarmi merupakan pantai terbuka yang berhadapan langsung dengan samudera Pasifik dengan panjang garis pantai ± 185 km, hal ini menjadikan Sarmi sebagai kabupaten di pulau Papua yang memiliki garis pantai terpanjang. Beberapa pulau yang menyebar dari barat ke timur di kawasan perairan antara lain pulau Liki, pulau Nimumoar, pulau Ansamanuar, pulau Vangumuar, pulau Insumuar, pulau Insumanai, kepulauan Wakde, pulau Masimasi, pulau Yamna, dan kepulauan Podena. Rawa-rawa menyebar dari timur hingga barat sepanjang kawasan pantai. Kawasan morfologi pantai dan rawa banyak dimanfaatkan untuk permukiman, perkebunan, pertanian, dan perikanan.
            Morfologi dataran alluvial menempati ± 37% dari luas wilayah kabupaten Sarmi dengan relief datar hingga miring landai dan memiliki elevasi berkisar antara 0 – 120 meter dpl, kawasan ini diberi nama berdasarkan jenis material penyusun berupa endapan alluvial. Morfologi ini berkembang disepanjang daerah aliran sungai Apauwer, sungai Orey, sungai Tor, sungai Bier, dan sungai Biri, serta sungai-sungai kecil lainnya. Kawasan ini sebagian besar masih berupa hutan, hanya sebagian kecil yang dimanfaatkan untuk pemukiman oleh penduduk setempat.
Kawasan perbukitan menempati ± 30% dari luas wilayah kabupaten Sarmi dengan relief miring bergelombang hingga terjal dan memiliki elevasi antara 5 – 600 meter dpl. Kawasan ini sebagian besar berupa hutan dan hanya sebagian kecil yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk pemukiman dan perladangan, serta dimanfaatkan oleh pemerintah untuk lokasi perkantoran seperti yang ada di kawasan Kota Baru Petam.
           Sedangkan kawasan pegunungan berada di bagian selatan dan menempati ± 18% dari luas wilayah Kabupaten Sarmi dengan relief terjal hingga sangat terjal dan memiliki elevasi antara 600 - 1800 meter dpl. Kawasan ini terdiri dari pegunungan Irier, pegunungan Siduarsi, pegunungan Gauttier, dan pegunungan Foja yang semuanya merupakan kawasan konservasi atau kawasan non-budidaya.
           Pola aliran sungai di wilayah kabupaten Sarmi terdiri dari pola aliran dendritik, pola aliran subparalel, dan pola aliran trelis. Pola aliran dendritik lebih banyak berkembang dan dibentuk oleh sungai-sungai utama antara lain sungai Tor, sungai Apauwer, sungai Biri, sungai Bier, sungai dan Orey. Pola aliran subparalel terutama berkembang pada sungai-sungai kecil yang mengalir masuk ke sungai-sungai utama, seperti sungai Munuk, sungai Tanepa, dan sungai Mimiri. Sedangkan pola aliran trelis lebih berkembang pada sungai-sungai yang mengalir disebelah utara dan selatan kawasan pegunungan Gauttier dan pegunungan Foja.

               2. Stratigrafi Regional
         Stratigrafi regional daerah Sarmi dan sekitarnya menurut S. Gafoer, dkk, 1995 (Peta Geologi Lembar Sarmi dan Bufareh Skala 1 : 250.000) terdiri atas 13 formasi batuan yang berumur mulai dari Mesozoikum (Kapur) yaitu batuan Mafik/Ultramafik sampai Kuarter (Holosen) berupa endapan Aluvium. Adapun tataan stratigrafi mulai dari yang berumur tua hingga berumur muda adalah sebagai berikut :
1.            Batuan Mafik / Ultramafik (m/um); Terdiri dari gabro, serpentinit, dan batuan terserpentinitkan. Tergerus dan terbreksikan. Bersentuhan sesar dengan batuan lain. Umur diperkirakan lebih tua dari Kapur Akhir. Penyebaran formasi ini berada di sebelah timur lembar peta.

2.            Formasi Auwewa (Tema); Terdiri dari lava, breksi, tuf kristal gampingan dan sisipan grewake, kalsilutit, kalkarenit serta batugamping koral. Lava bersusunan basal piroksen dan basal olivine piroksen sampai andesitan, sebagian berupa spilit. Berstruktur bantal dan amigdaloid.  Fosil koral dan foram besar dalam batugamping. Umurnya diperkirakan Eosen sampai Miosen Awal, diendapkan dalam lingkungan laut dangkal. Penyebaran formasi ini berada di bagian tengah lembar peta.

3.            Formasi Biri (Teob); Terdiri dari kalsilutit, serpih dan sisipan lava basal. Kompak, berurat kalsit dan terhablur ulang. Sebagian berlapis dan terbreksikan, terlipat kuat dan tercenangga. Lava basal berstruktur bantal dan kekar meniang (columnar joint). Tebal yang tersingkap 305 meter. Tidak dijumpai fosil. Umurnya diperkirakan Eosen - Oligosen, diendapkan dalam lingkungan litoral – neritik. Penyebaran formasi berada di sebelah selatan pegunungan Siduarsi di sebelah timur lembar peta.

4.            Formasi Darante (Tomd); Terdiri dari kalkarenit, batugamping koral dan sisipan batuan gunungapi. Tidak berlapis, setempat berstruktur terumbu, kepingan rijang dan gejala penghabluran ulang. Batuan gunung api berupa lava amigdaloid dengan vesikular terisi zeolit, breksi serta sisipan batupasir tufan.  Setempat konglomerat alas dengan komponen batuan ultramafik dan semen gampingan. Tebal mencapai 850 meter atau lebih. Fosil koral ganggang, foram besar dan kecil. Umurnya Te – Tf1 (Oligosen Akhir – awal Miosen Tengah), diendapkan dalam lingkungan litoral – neritik. Penyebaran formasi ini sebagian besar berada pada kawasan pegunungan Foja di sebelah tenggara lembar peta, kawasan pegunungan Siduarsi di sebelah timur lembar peta, kawasan pegunungan Gauttier disebelah selatan lembar peta, dan beberapa di Aurimi di sebelah barat lembar peta, serta di sekitar pegunungan Irier disebelah utara tengah lembar peta.

5.            Formasi Makats (Tmm); Terdiri dari perselingan grewake, batulanau, batulempung, serpih dan napal; sisipan konglomerat dan batugamping. Berlapis baik, padat dank eras, konglomerat berkomponen utama batuan beku mafik, kalsilutit, dan batugamping malih. Terlipat kuat dan tersesarkan. Berupa sedimen tipe flysch dengan lapisan bersusun, lapisan halus sejajar dan konvolut. Tebal lebih dari 2000 meter. Mengandung fosil foram besar dan foram kecil. Umurnya Tf1 sampai Tf2-3 (bagian bawah Miosen Tengah sampai bagian bawah Miosen Akhir), diendapkan dalam lingkungan neritik. Penyebaran formasi ini berada di sebelah utara dan selatan pegunungan Foja disebelah tenggara lembar peta lalu menyebar ke arah baratlaut hingga di bagian barat Aurimi disebelah barat lembar peta.

6.            Formasi Aurimi dari Kelompok Mamberamo (Tmpa); Terdiri dari napal, kalkarenit, batupasir, batulanau dan batulempung. Setempat bersisipan batugamping napalan. Berlapis tipis – tebal, berstruktur nendatan, lapisan halus bergelombang, sejajar, konvolut dan silang siur. Kompak, getas, terlipat, tersesarkan dan setempat tergerus. Tebal 200 – 1300 meter. Banyak foram kecil, cangkang moluska dan ganggang. Umur N12 – N20 (Miosen akhir – Pliosen), diendapkan dalam lingkungan laut dangkal dan paralis. Penyebaran formasi ini berada di sebelah utara kawasan pegunungan Gauttier dan puncak pegunungan Foja disebelah selatan hingga tenggara lembar peta, di kawasan pegunungan Irier disebelah utara tengah lembar peta, serta di pulau Liki dan pulau Nimumoar.

7.            Formasi Unk dari Kelompok Mamberamo (QTu); Tersusun oleh grewake, batulanau, batulempung, konglomerat, dan sisipan lignit. Berlapis, lunak, agak kompak; mengandung kuarsa, mika, felspar, kepingan batuan, karbonan dan gampingan. Berstruktur lapisan bersusun, silang siur, sejajar dan liang bekas binatang. Tebal mencapai 1500 meter. Fosil foram kecil dan moluska. Umur N21 – N23 (Pliosen akhir – Plistosen), diendapkan dalam lingkungan laut dangkal sampai laut agak dalam. Penyebaran formasi ini menempati 60% dari luas lembar peta yang tersebar disebelah tenggara menerus hingga barat daya lembar peta lalu membelok ke utara dan timur lembar peta, serta bagian tengah lembar peta.

8.            Batuan Campur Aduk (Qc); Terdiri dari lempung tergerus, lumpur dengan bongkah/kepingan batuan yang lebih tua yang berasal dari formasi-formasi Unk (QTu), Aurimi (Tmpa), Makats (Tmm), Darante (Tomd), Auwewa (Tema), Biri (Teb), dan batuan mafik/ultramasik (m/um). Diduga terbentuk secara tektonika pada Plistosen – Holosen. Penyebarannya berada di bagian tengah lembar peta mulai dari timur menerus hingga ke barat.

9.            Formasi Kukunduri (Qpk); Terdiri dari konglomerat, pasir dan lempung atau lempung pasiran, tidak mampat, mengandung sisa tumbuhan. Tebal 50 – 100 meter. Tak dijumpai fosil, umurnya diperkirakan Plistosen. Penyebaran formasi ini berada di sekitar Segar Mebor disebelah selatan lembar peta dan disebelah barat sungai Apawer dan sekitar Wamariri disebelah barat lembar peta.

10.          Formasi Jayapura (Qpj); Terdiri dari batugamping terumbu dengan sisipan sisipan konglomerat aneka bahan, kalkarenit, kalsirudit, kalsilutit. Bertopografi kars, terlipat lemah dengan kemiringan 5º-15º, struktur silang siur dan lapisan sejajar, tebal ± 75 meter. Konglomerat biasanya berada di bagian bawah, berkomponen terutama batulempung dan batugamping hablur. Fosil umumnya koral dan ganggang, umurnya Plistosen. Penyebaran formasi ini berada sekitar Sawar hingga Bageserwar dan pulau-pulau diwilayah peraian disebelah utara lembar peta, serta  di sekitar Sewan di sebelah timur tengah lembar peta.

11.          Endapan Lumpur (Qmd); Terdiri dari leleran lumpur dan lempung, lembek, dengan kepingan/bongkahan batuan yang keluar dari poton. Beberapa poton masih giat, sebagian mengandung gas (metan, nitrogen, CO2), garam dan hidrokarbon.  Tinggi kerucut poton mencapai 110 meter, garis tengah beberapa kilometer, umur diduga Holosen. Penyebarannya berada di sebelah utara kawasan pegunungan Karamof disebelah timur lembar peta, di sekitar Gerung di sebelah selatan lembar peta, serta di sebelah barat gunung Pipirai di sebelah barat tengah lembar peta.

12.          Batugamping Koral (Qcl); Terdiri dari terumbu koral terangkat dan kepingan batugamping membentuk undak-undak, tingginya mencapai 50 meter diatas muka laut. Penyebarannya berada di Kota Sarmi, disebelah utara lembar peta.

13.          Alluvium ( Qa ); Terdiri dari lempung, pasir dan kerikil, merupakan endapan sungai, pantai dan rawa. Penyebarannya berada di sebelah baratlaut, utara, timurlaut dan tengah lembar peta, menempati morfologi dataran.



Gambar 2-3.       Kolom statigrafi regional lokasi kegiatan
(Sumber Peta : Peta Geologi Regional Lembar Sarmi & Bufareh skala 1:250.000, PPPG )

                3. Struktur Geologi Regional dan Tektonika
             Struktur geologi yang berkembang di lembar Sarmi & Bufareh terdiri dari perlipatan dan sesar. Perlipatan berupa antiklin dan sinklin dengan sumbu berarah baratlaut-tenggara dan barat-timur. Sesar terdiri dari sesar turun, sesar naik dan sesar geser-jurus. Arah umum sesar naik dan turun adalah baratlaut-tenggara, barat-timur, dan baratdaya-timurlaut. Sesar geser-jurus umumnya berarah baratlaut-tenggara dan timurlaut-baratdaya. Semua sesar memotong batuan berumur Tersier dan Kuarter meliputi jenis batuan sedimen klastika dan karbonat dan juga batuan ultramafik.
Poton banyak dijumpai disini, poton-poton tersebut erat hubungannya dengan struktur diapir yang dipengaruhi oleh kegiatan tektonika yang aktif sejak Plistosen hingga sekarang.
              Sarmi & Bufareh merupakan bagian dari kerak Samudera Pasifik yang bertubrukan dengan kerak Kontinen Australian sejak Oligosen yang menghasilkan Orogenesa Melanesia. Kegiatan tektonika terus berlangsung hingga Miosen-Pliosen, menghasilkan gerakan-gerakan tegak dan mendatar sebagai akibat interaksi orogenesa. Pada Plistosen sesar naik di zona Mamberamo terbentuk akibat dorongan lempeng Pasifik ke selatan dan poton-poton di sepanjang zona Mamberamo terbentuk. Berdasarkan data kegempaan, tektonika di lembar ini masih aktif hingga sekarang.



Gambar 2-4. Peta Geologi Regional Lokasi Kegiatan dan Sekitarnya
(Sumber Peta : Peta Geologi Regional Lembar Jayapura skala 1:250.000, PPPG)

  •                 KEGEMPAAN (EARTH QUAKE)


               Indonesia termasuk dalam wilayah yang sangat rawan bencana gempa bumi seperti halnya Jepang dan California karena posisi geografisnya menempati zona tektonik yang sangat aktif. Hal ini dikarenakan tiga lempeng besar dunia dan sembilan lempeng kecil lainnya saling bertemu di wilayah Indonesia serta membentuk jalur-jalur pertemuan lempeng yang kompleks. Keberadaan interaksi antar lempeng-lempeng ini menempatkan wilayah Indonesia sebagai wilayah yang sangat rawan terhadap gempa bumi. Tingginya aktivitas kegempaan ini terlihat dari hasil rekaman dan catatan sejarah dalam rentang waktu 1900-2009 terdapat lebih dari 50.000 kejadian gempa dengan magnituda M ≥ 5.0 dan setelah dihilangkan gempa ikutannya terdapat lebih dari 14.000 gempa utama (main shocks). Kejadian gempa utama dalam rentang waktu tersebut dapat dilihat dalam Gambar 2-5 yang dikumpulkan dari berbagai sumber seperti, dari katalog gempa Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Nasional Earthquake Information Center U.S. Geological Survey (NEIC-USGS), beberapa katalog perorangan Abe, Abe dan Noguchi, serta Gutenberg & Richter, dan katalog Centennial dimana merupakan kompilasi katalog Abe, Abe & Noguchi, dan Newcomb & McCann.
Dalam gambar 2-5 menunjukkan bahwa lokasi sasaran kegiatan termasuk dalam wilayah sangat rawan bahaya gempa bumi dengan penyebaran pusat gempa yang agak rapat berdasarkan skala peta dengan kedalaman berkisar antara 0 – 50 meter (pusat gempa dangkal).  



Gambar 2-5. Peta Sebaran Episenter gempa utama di Indonesia dan
        sekitarnya untuk magnitude M≥ 5.0 yang dikumpulkan dari
        berbagai sumber rentang waktu tahun 1900 - 2009

               Dalam mengantisipasi bahaya gempa, pemerintah Indonesia telah mempunyai standar peraturan perencanaan ketahanan gempa untuk stuktur bangunan gedung yaitu SNI-03-1726-2002. Sejak diterbitkannya peraturan ini, tercatat beberapa gempa besar dalam 6 tahun terakhir, seperti gempa Aceh disertai tsunami tahun 2004 (Mw = 9,2), Gempa Nias tahun 2005 (Mw = 8,7), gempa Yogya tahun 2006 (Mw = 6,3), dan terakhir gempa Padang tahun 2009 (Mw = 7,6). Gempa-gempa tersebut telah menyebabkan ribuan korban jiwa, keruntuhan dan kerusakan ribuan infrastruktur, serta dana trilyunan rupiah untuk rehabilitasi dan rekonstruksi. Pencegahan kerusakan akibat gerakan tanah dapat dilakukan melalui proses perencanaan dan konstruksi yang baik dan dengan memperhitungkan suatu tingkat beban gempa rencana. Sehingga dalam perencanaan infrastruktur tahan gempa perlu diketahui beban gempa rencana yang dapat diperoleh berdasarkan peta hazard gempa Indonesia.
Indonesia pertama kali mempunyai peta hazard gempa pada tahun 1983, yaitu dalam Peraturan Perencanaan Tahan Gempa Indonesia untuk Gedung (PPTI-UG 1983). Peta gempa ini membagi Indonesia menjadi enam zona gempa. PPTI-UG 1983 diperbaharui pada tahun 2002 dengan keluarnya Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung SNI 03-1726-2002. Peraturan pengganti ini disusun dengan mengacu pada UBC 1997. Peta gempa yang ada dalam SNI 2002 tersebut berupa peta percepatan puncak atau Peak Ground Acceleration (PGA) di batuan dasar (SB) untuk probabilitas terlampaui 10% dalam masa layan bangunan 50 tahun atau bersesuaian dengan perioda ulang gempa 500 tahun.
               Standar perencanaan umumnya selalu diperbarui guna mengakomodir perkembangan iptek dan data-data kejadian gempa terbaru. Dengan adanya kejadian gempa-gempa besar seperti gempa Aceh tahun 2004 maka sudah selayaknya peta gempa yang ada perlu direvisi. Dalam upaya merevisi peta gempa Indonesia ini dan untuk mengintegrasikan berbagai keilmuan terkait bidang kegempaan, maka pada tahun 2009 di bawah koordinasi Kementerian Pekerjaan Umum telah dibentuk Tim Revisi Peta Gempa Indonesia 2010 dengan susunan anggota sebagai berikut; Ketua Prof. Dr. Masyhur Irsyam (Geoteknik Kegempaan-ITB), Wakil Ketua Dr. Wayan Sengara (Geoteknik Kegempaan-ITB), Sekretaris Fahmi Aldiamar, MT. (Geoteknik Kegempaan-PU), dan anggota Prof. Dr. Sri Widiyantoro (Seismologi-ITB), Dr. Wahyu Triyoso (Seismologi-ITB), Dr. Danny Hilman Natawidjaja (Geologi Kegempaan-LIPI), Ir. Engkon Kertapati (Geologi-Badan Geologi), Dr. Irwan Meilano (Geodesi Kegempaan-ITB), drs. Suhardjono Dipl.Seis (Seismologi-BMKG), M. Asrurifak, MT. (Geoteknik Kegempaan-ITB), dan Ir. M. Ridwan, Dipl.E.Eng. (Geologi-PU).
              Dengan menggunakan pendekatan probabilitas, Tim telah menghasilkan peta PGA dan spektra percepatan untuk perioda pendek (0.2 detik) dan perioda 1.0 detik dengan kemungkinan terlampaui 10% dalam 50 tahun, 10% dalam 100 tahun, dan 2% dalam 50 tahun atau yang mewakili tiga level hazard (potensi bahaya) gempa yaitu 500, 1000 dan 2500 tahun. Hasil analisis dari masing-masing level hazard gempa ini ditampilkan dalam bentuk kontur. Peta Gempa Indonesia 2010 ini digunakan sebagai acuan dasar perencanaan dan perancangan infrastruktur tahan gempa termasuk pengganti peta gempa yang ada di Standard Peraturan Perencanaan Ketahanan Gempa Indonesia (SNI-03-1726-2002). Peta-peta Gempa Indonesia 2010 dapat dilihat dalam Gambar 2-6 – Gambar 2-14 berikut.



Gambar 2-6. Peta percepatan puncak (PGA) di batuan dasar (SB) untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 50 tahun



Gambar 2-7. Peta respon spectra percepatan 0,2 detik (SS) di batuan dasar (SB) untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 50 tahun



Gambar 2-8. Peta respon spectra percepatan 1,0 detik (SS) di batuan dasar (SB) untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 50 tahun



Gambar 2-9. Peta percepatan puncak (PGA) di batuan dasar (SB) untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 100 tahun



Gambar 2-10. Peta respon spectra percepatan 0,2 detik (SS) di batuan dasar (SB) untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 100 tahun



Gambar 2-11. Peta respon spectra percepatan 1,0 detik (SS) di batuan dasar (SB) untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 100 tahun




Gambar 2-12. Peta percepatan puncak (PGA) di batuan dasar (SB) untuk probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun



Gambar 2-13. Peta respon spectra percepatan 0,2 detik (SS) di batuan dasar (SB) untuk probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun




Gambar 2-14. Peta respon spectra percepatan 1,0 detik (SS) di batuan dasar (SB) untuk probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun


               Demikianlah beberapa pejelasan saya mengenai Tinjauan Umum suatu proyek dalam hal ini suatu kondisi yang kita lihat dari segi Geografi, Topografi dan iklim serta kondisi Geologi Regional dan Kegempaan suatu daerah yaitu target proyek yang berkaitan dalam suatu laporan Antara. Semoga ini bermanfaat, terimakasih.

No comments:

Post a Comment